Kabar24.com, JAKARTA - Para pemilih hari ini berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara dalam referendum kemerdekaan kontroversial di wilayah Kurdistan Irak.
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi telah memperingatkan bahwa dia akan mengambil "tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan negara."
Negara-negara Barat juga menyatakan kekhawatiran mereka bahwa pemilu itu dapat memancing konflik baru. Bahkan pemilu itu bisa mengalihkan perhatian dari peperangan melawan apa yang disebut Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS.
Namun orang Kurdi, yang telah lama berjuang untuk menjadi negara merdeka, mendesak agar referendum tetap berjalan. Akan tetapi hasilnya, bagaimana pun tidak akan bersifat mengikat.
Irak mengatakan bahwa referendum harus ditangguhkan, namun tidak dapat memaksakan kebijakan itu karena Kurdistan merupakan wilayah otonom.
Menjelang pemungutan suara, Haider al-Abadi mengatakan bahwa pemungutan suara itu tidak konstitusional dan mengancam perdamaian.
Baca Juga
"Kami akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan negara," ujarnya. Akan tetapi, dia tidak menjelaskan tindakan apa yang akan dia lakukan sebagaimana dikutip BBC.com, Senin (25/9).
Pemerintahannya kemudian menuntut wilayah Kurdi untuk menyerahkan kontrol perbatasan internasional mereka.
Irak juga mendesak negara-negara lain untuk tidak membeli minyak dari wilayah Kurdistan, namun hanya berurusan dengan pemerintah Irak untuk "minyak dan perbatasan". Minyak adalah salah satu ekspor terbesar wilayah Kurdistan.
Pemimpin Kurdi Irak, Massoud Barzani, mengatakan bahwa kemerdekaan adalah satu-satunya cara untuk menjamin keamanan warganya.