Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Pemilu Inkonstitusional, Jokowi Mudah Petakan Lawan Politik

Pengamat Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mengatakan, bahwa penetapan presidential threshold (PT) 20%-25% dalam UU Pemilu tidak ada hubungannya dengan penguatan sistem presidensial selain telah melanggar konstitusi
Ketua DPR Setya Novanto (kanan) menerima laporan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/7)./ANTARA-Mahesvari
Ketua DPR Setya Novanto (kanan) menerima laporan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/7)./ANTARA-Mahesvari

Kabar24.com, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mengatakan, bahwa penetapan presidential threshold (PT) 20%-25% dalam UU Pemilu tidak ada hubungannya dengan penguatan sistem presidensial selain telah melanggar konstitusi 

“Ambang batas ini jelas jelas pelanggaran konstitusi  Putusan MK  Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 bahwa hak setiap parpol peserta pemilu mengusulkan pasangan capres,” ujarnya, Minggu (23/7/2017). 

Menurut Irman, syarat ambang batas yang telah diputuskan DPR dan presiden membuat presiden yang berkuasa tersandera oleh parpol koalisi, sehingga justru melemahkan kekuasaannya. Artinya, PT ingin melanggengkan fenomena "kawin paksa” capres mengingat hak setiap parpol sebagai peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon presiden telah dilanggar.

“Dengan cara ini pilihan pasangan calon akan semakin mempersempit menu prasmanan capres dari setiap parpol,” ujarnya.

Bukan hanya itu, parpol yang memperoleh kursi di DPR pada pemilu 2014 tidak serta merta mendapatkan kursi lagi pada pemilu 2019, sehingga intensi penguatan presidensial tidak linear terjadi alias bertentangan dengan dirinya sendiri (contra legem), ujarnya.

“Dengan cara ini presiden tidak saja tersandera, tapi juga melemahkan kekuasaannya meski sudah dipilih oleh rakyat. Oleh karenanya ambang batas ini adalah inkonstitusional,” ujar Irman.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin meniai PT tersebut sengaja dikondisikan pemerintah dan partai-partai koalisinya guna melanggengkan kekuasaan.

"Terutama menang di Pilpres 2019 itu," kata Ujang dalam keterangannya kepada wartawan.

Dengan besaran PT 20%, Ujang memperkirakan tidak akan banyak pasangan calon presiden di Pilpres 2019 mendatang. Dia memrediksi akan muncul tiga atau empat pasang capres saja.

Dosen dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) menambahkan, PT tersebut akan menghalangi munculnya tokoh-tokoh potensial baru untuk ikut berkontestasi dalam Pilpres 2019.

“Karena itu, Joko Widodo (Jokowi) sebagai incumbent akan mudah memetakan siapa lawannya di Pilpres,” ujarnya.

Dengan PT 20%-25% tidak banyak tokoh yang akan maju. Artinya, Jokowi saat ini sudah dalam posisi memilih lawan, ujarnya menambahkan.

"Semakin sedikit lawan politik yang maju semakin baik. Karena akan dengan mudah dipetakan oleh pihak Jokowi," ujarnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper