Bisnis.com, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, bahwa belum adanya peraturan pemerintah soal pemblokiran situs maupun aplikasi berbasis elektronik telah membuat kegaduhan dari pada penyelesaian tuntas.
“Pemerintah katanya akan bertindak tegas kepada Google, Facebook dan Twitter yang mangkir bayar pajak, tapi hingga saat ini belum ada perangkat untuk memaksa,” ujar Sukamta.
Menurutnya, keteledoran pemerintah termasuk dalam hal pemblokiran terhadap Telegram yang dianggap tidak membuat filter terhadap konten berbau radikalisme.
Sukamta menjelaskan, menurut Undang-undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 40 ayat (2a), (2b) dan (6), pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
“Untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) tersebut diamanatkan pemerintah agar membuat peraturan pemerintah (PP). Saya kira, tanpa aturan yang jelas, secara teknis, pasti akan timbul masalah,” ujar politisi PKS itu.
Dengan belum adanya cara kerja pemblokiran yang baku, menurut Sukamta, perlu ada pembinaan terlebih dahulu. Pemblokiran bisa menjadi jalan terakhir setelah pembinaan dan peringatan sudah dilakukan tapi tidak mbawa hasil.
Baca Juga
SIMAK : Mirip, Ini Beda WhatsApp dengan Telegram
“Sebaiknya pemerintah menghindari asal main blokir sedangkan fiksasi belakangan, ini bisa mengancam kehidupan berdemokrasi di negeri kita,” ujarnya.
Selain itu, menurut Sukamta, isu pemblokiran situs jejaring asing mestinya menjadi momentum untuk mengembangkan industri IT nasional.
“Ini penting dilakukan supaya kita tidak bergantung kepada aplikasi asing, seperti China yang punya aturan ketat, tetapi di sisi yang lain mendorong industri TI maju pesat,” katanya.