Kabar24.com,JAKARTA -- Komisi Yudisial dianggap memiiki peran penting dalam memeriksa dan menguji legalitas penuntunan sumpah Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah 2017-2019 oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung, Suwardi.
Totok Yulianto, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menyatakan gugatan terhadap penuntunan sumpah pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Suwardi, tidak dapat diterima sehingga pihaknya beranggapan Komisi Yudisial menjadi juru kunci untuk menangani kasus ini.
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyampaikan Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim ke Komisi Yudisial dengan terlapor Suwardi, pada 11 April 2017.
Ada tiga poin sebagai dasar laporan PBHI seperti adanya Putusan Mahkamah Agung No. 38P/HUM/2017 dan Putusan No. 20P/HUM/2017 yang melarang pemilihan Pimpinan DPD 2017-2019 dengan batasan waktu 2,5 tahun.
“Kedua, kejanggalan soal waktu yang sangat singkat antara proses pemilihan Pimpinan DPD RI 2017-2019 dengan kehadiran Suwardi untuk menuntun sumpah jabatan. Ketiga, ada pertemuan tertutup di Mahkamah Agung pada siang harinya, antara Suwardi, Wakil Ketua MA dan Sekretaris DPD RI, yang diduga melibatkan politisi. Laporan ini juga didukung dengan bukti-bukti dokumen yang menunjukkan adanya dugaan kuat rekayasa dalam Sidang Paripurna Pemilihan Pimpinan DPD RI 2017-2019 itu,” paparnya, Senin (12/6/2017).
Komisi Yudisial seperti kehilangan kepercayaan diri hingga akhirnya tugasnya menjaga integritas Hakim dan Mahkamah Agung justru tidak berjalan. Sejak 11 April 2017 hingga 9 Juni 2017, tidak ada perkembangan yang berarti terkait Laporan PBHI di Komisi Yudisial.
Baca Juga
“Seolah-olah seperti main aman, karena menunggu keluarnya Putusan PTUN terlebih dahulu. Setelah Putusan PTUN keluar, maka Komisi Yudisial tidak bisa menghindar untuk terbuka dan obyektif dalam memeriksa terlapor, yang diduga kuat masuk dalam kualifikasi dan melanggar prinsip bersikap mandiri, berintegritas tinggi dan lain sebagainya,” jelas Totok.
Julius Ibrani, Pengacara Publik PBHI, mengatakan bahwa putusan PTUN adalah tanda bagi Komisi Yudisial untuk segera memanggil dan memeriksa terlapor atau saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terkait penuntunan Sumpah Pimpinan DPD RI 2017-2019.
“Sudah lebih dari dua bulan tapi tidak ada hasil apapun di Komisi Yudisial, ini sangat memprihatinkan. Padahal harapan publik ada pada Komisi Yudisial untuk menjaga integritas hakim dan Mahkamah Agung,” tambah Julius.