Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat menyatakan akan berusaha meredakan ketegangan di Timur Tengah setelah Arab Saudi dan beberapa negara lainnya memutuskan hubungan diplomatiik dengan Qatar.
Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan Presiden Donald Trump ingin meredakan krisis dan berkomitmen untuk mengadakan pembicaraan dengan semua pihak yang terlibat.
Sebelumnya, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir memutus hubungan diplomatik dengan Qatar dan menghentikan seluruh perjalanan udara, laut dan darat ke dan dari negara tersebut.
Terlepas dari pemutusan hubungan diplomatik tersebut, belum ada dampak langsung pada ekspor energi dari negara Teluk. Qatar juga masih memiliki akses rute pengiriman untuk mengirimkan minyak dan gas ke pasar global.
Seperti dilansir Reuters, Arab Saudi menuduh Qatar, yang juga tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk, mendukung berbagai kelompok radikal, termasuk dari kalangan Syiah di Iran hingga ISIS. Qatar menolak tanpa dasar tuduhan tersebut dan mengatakan Saudi berusaha untuk mendominasi tetangganya yang lebih kecil.
Beberapa analis mengatakan bahwa tekanan tersebut bahkan dapat menyebabkan perubahan rezim di Qatar.
Ayham Kamel dan Hani Sabra, analis Eurasia Group, mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk memaksakan perubahan menyeluruh dalam kebijakan Qatar atau menciptakan lingkungan untuk perubahan kepemimpinan di Doha.
"Arab Saudi dan sekutu-sekutunya tidak akan menerima penyelesaian apapun dari kapitulasi,” ungkap mereka, seperti dikutip Reuters.
Ketegangan di antara beberapa negara Teluk tersebut pecah beberapa hari setelah kunjungan Trump ke Arab Saudi dan masih belum jelas apakah AS mengetahui hal tersebut terlebih awal.
Presiden Trump dan Raja Saudi Salman bin Abdulazis al-Saud sepakat untuk membentuk sebuah fron persatuan melawan kelompok ekstremis dan juga melawan pengaruh Iran di Timur Tengah. Langkat tersebut secara luas dilihat sebagai dukungan kepemimpinan Saudi di wilayah tersebut.
Seperti diketahui, beberapa kebijakan Qatar seperti dukungan untuk Ikhwanul Muslimin dan Hamas bertentangan dengan prioritas AS. Namun, negara tersebut juga menjadi tempat pangkalan militer AS yang penting untuk perang melawan ISIS.