Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SKANDAL BLBI: Dorodjatun Dianggap Tahu Soal SKL Sjamsul Nursalim

KPK melebarkan penyidikan dengan menghubungkan pihak-pihak yang memiliki relasi dengan BPPN terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas bagi obligor Sjamsul Nursalim.
Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/5/2017)./Antara-Widodo S. Jusuf
Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/5/2017)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi melebarkan penyidikan dengan menghubungkan pihak-pihak yang memiliki relasi dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas bagi obligor Sjamsul Nursalim.

Komisi antirasuah tersebut melakukan pemeriksaan terhadao Dorodjatun Kuntoro Jakti, mantan Menko Perekonomian era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) atau di era penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dilakukan oleh BPPN di bawah kepemimpinan Syafrudin Arsyad Temenggung yang kini telah menjadi tersangka.

Dia menjalani pemeriksaan sebagai saksi sekitar pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB. Seusai menjalani pemeriksaan, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu menolak berkomentar.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan pemeriksaan terhadap Dorodjatun dilakukan karena dia merupakan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) di zaman penerbitan SKL tersebut.

“BPPN tidak bisa memutuskan sendiri untuk menerbitkan SKL karena harus ada ada koordinasi dan komunikasi dan ada hubungan kelembagaan antara BPPN dan KKSK yang terdiri dari kementerian,” ujarnya.

Dia mengungkapkan pemeriksaan terhadap Dorodjatun harus dilakukan untuk melihat apakah saat koordinasi antara BPPN dan KKSK, lembaga yang disebut terakhir ini, telah mengetahui bahwa masih ada kewajiban Rp3,7 triliun yang harus dibayar oleh obligor Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

“Posisi ini yang kita runut dari awal sehingga bisa diketahui peran dan posisi tersangka,” kata Febri.

Ketua KPK Agus Rahardjo enggan berkomentar apakah pihaknya akan menetapkan tersangka baru, termasuk Sjamsul Nursalim dalam kasus yang berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini mengingat penyidik menerapkan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP kepada Saffrudin Temenggung yang mengisyaratkan ada keterlibatan pihak lain pula.

Sebagaimana diketahui, dalam Keputusan Presiden (Kepres) No.177/1999 tentang Komite Kebijakan Sektor Keuangan, komite tersebut terdiri dari ketua Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri yang beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Syafrudin Temenggung diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI.

Dia menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002, pada bulan berikutnya mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk melakukan perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun ditagihkan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI dan sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi sehingga masih ada kewajiban obligor yang harus ditagihkan.

Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsul Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp3,7 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper