Kabar24.com, JAKARTA - Praktik wartawan "amplop" sebutan untuk wartawan yang mau menerima uang terkait pemberitaan yang dibuatnya hingga saat ini dinilai masih terjadi.
Ketua Dewan Pers Yosep "Stanley" Adi Prasetyo menyatakan masih ada wartawan "amplop" yang justru mengganggu profesionalisme wartawan sehingga kondisi tersebut harus dibenahi.
"Wartawan itu profesi bukan praktisi, terikat pada etik," kata Stanley, panggilan akrabnya, saat menyampaikan sambutan pada Konvensi Nasional Media Massa di Ambon, Maluku, Rabu (8/2/2017).
Konvensi Nasional Media Massa "Integritas Media Nasional dalam Lanskap Komunikasi Global: Peluang dan Tantangan" diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-32 pada 5-9 Februari 2017.
Puncak Peringatan HPN pada 9 Februari 2017 dijadwalkan dihadiri Presiden Joko Widodo.
Langkah pembenahan yang dilakukan Dewan Pers, ujar Stanley, adalah melakukan uji kompetensi bagi setiap wartawan sebagai standar seseorang berprofesi sebagai wartawan yang baik dan berintegritas.
Mantan Wakil Ketua Komnas HAM itu mengatakan setiap orang bisa menjadi wartawan tetapi tidak setiap wartawan dapat memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan tersebut.
Ia mengatakan uji kompetensi terus menerus dilakukan oleh 27 lembaga penguji kompetensi dari kalangan perusahaan atau lembaga pers.
Stanley mengatakan wartawan dan pers pada umumnya harus dapat menjaga integritas dan memegang teguh etik yang menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya.
Dengan penegakan etik dan moral yang dipegang secara kuat maka wartawan dapat mengatasi berbagai pelanggaran profesi.
Ketua Dewan Pers juga menyampaikan soal fenomena informasi bohong atau palsu (hoax) yang marak akhir-akhir ini.
Selain Indonesia, katanya, banyak negara menghadapi beragam informasi hoax, bahkan di Amerika Serikat terdapat penegakan hukum yang kuat untuk mengatasi soal itu.