Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tiga Blok Politik

Sejauh ini, baru Jokowi dan Prabowo yang dinilai sebagai kandidat kuat untuk bertarung kembali dalam pilpres mendatang. Partai-partai lain bahkan belum memperlihatkan sinyal apapun untuk mengajukan nama. Bahkan untuk sekadar test the water dengan melempar nama ke bursa politik, mereka belum melakukannya.
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menunggang kuda di sela-sela pertemuan di Hambalang, Bogor, Senin (31/10)./Antara-Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menunggang kuda di sela-sela pertemuan di Hambalang, Bogor, Senin (31/10)./Antara-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Meski hajatan pemilihan presiden dan wakil presiden dalam kalender politik Indonesia masih akan digelar 2 tahun lagi, Partai Gerindra telah mengisyaratkan bakal kembali mengusung Prabowo Subianto—pendiri sekaligus ketua umum partai berlambang kepala garuda itu—sebagai calon presiden.

Isyarat tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Jakarta, Senin (9/1). Menurutnya, Prabowo adalah calon paling kuat. “Yang terbaik saya kira dari yang ada,” tukasnya. Meski Pilpres 2014 dimenangkan Jokowi, perbedaan perolehan suaranya dengan Prabowo dinilai relatif tipis. 

Tentu saja tak ada yang salah jika Gerindra kembali mengajukan Prabowo sebagai kandidat presiden. Makin banyak partai yang menawarkan nama bakal capres ke pasar politik akan memberikan peluang bagi publik untuk menimbang-nimbang sejak dini ihwal sosok yang dianggap paling pas untuk dipilihnya pada pilpres mendatang.

Di sisi lain, Joko Widodo atau Jokowi sebagai petahana agaknya juga bakal diusung kembali menjadi capres. Uniknya, meski Jokowi kader PDI Perjuangan, sejak awal justru Partai Golkar yang sudah menegaskan akan mengusung Jokowi pada Pilpres 2019, sesaat setelah partai itu dipimpin Setya Novanto yang kini kembali menjabat sebagai Ketua DPR. Adakah Golkar akan konsisten dengan pernyataannya? Waktu yang akan membuktikannya.

Dalam politik, lazimnya petahana dianggap memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan kontestasi, apalagi jika yang bersangkutan berkinerja bagus tatkala memimpin.  Bagaimana kinerja Jokowi selama lebih dari dua tahun menjadi presiden, hasil sejumlah survei secara umum memperlihatkan kecenderungan sentimen positif.

PoliticaWave pada Oktober 2016 misalnya,  mencatat 67% masyarakat dunia maya atau yang sering disebut netizen memberikan respons positif atas kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Begitu ungkap Yose Rizal, pendiri lembaga survei tersebut, ketika merilis hasil pemantauan PoliticaWave atas kinerja pemerintahan Jokowi-JK. 

Sejauh ini, baru Jokowi dan Prabowo yang dinilai sebagai kandidat kuat untuk bertarung kembali dalam pilpres mendatang. Partai-partai lain bahkan belum memperlihatkan sinyal apapun untuk mengajukan nama. Bahkan untuk sekadar test the water dengan melempar nama ke bursa politik, mereka belum melakukannya.

Partai-partai tampaknya masih tersedot perhatiannya untuk mengutak-atik revisi aturan main pilpres mendatang, yang diniatkan bakal dihelat serentak dengan pemilu legislatif, baik DPR maupun DPD. Fokus mereka adalah soal presidential threshold—ketentuan yang mengatur ambang batas perolehan suara/kursi di parlemen oleh partai untuk bisa mengusung capres-cawapres.

Seandainya DPR sepakat menihilkan presidential threshold, dan hanya mengatur bahwa semua partai yang memiliki kursi di parlemen berhak mengajukan capres, bursa Pilpres 2019 diprediksi akan seru. Meski mungkin tak semua partai mengajukan kandidat presiden, dari 10 partai pemilik kursi di DPR, barangkali akan muncul nama capres lain, di luar Prabowo dan Jokowi.

Siapa nama yang paling berpeluang menjadi capres ketiga, keempat atau kelima? Di antara ketua partai mungkin saja akan ada yang mengadu peruntungannya, apalagi kalau merasa yakin memiliki elektabilitas yang baik menjelang pilpres. Survei-survei independen yang layak dipercaya niscaya menjadi acuan beberapa pihak untuk melakukan positioning politik ke depan, entah sebagai capres atau cawapres. 

Jika mengacu pada Pilkada DKI 2017 yang dinilai sebagian pihak sebagai gambaran awal tentang pembentukan blok, poros atau koalisi politik pada Pilpres 2019, rasanya di luar blok politik pendukung Jokowi dan blok pendukung Prabowo, sangat dimungkinkan muncul blok lain yang dimotori Partai Demokrat, yang sejak Pilpres 2014 cenderung bersikap ‘nonblok’—tidak bergabung ke pemerintah, tapi juga tak pernah menegaskan beroposisi seperti Koalisi Merah Putih yang kini menyisakan Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.

Pertanyaannya, siapa kandidat presiden yang disiapkan Partai Demokrat? Sebagai sosok yang pernah menjadi presiden dua periode, Susilo Bambang Yudhoyono selaku ketua umum partai tersebut dinilai memiliki sikap dan langkah politik yang sulit ditebak, namun mempengaruhi peta pertarungan ke depan.

Akankah nama kandidat presiden yang diajukan Demokrat bakal sama mengejutkannya dengan kemunculan Agus Harimurti Yudhoyono ketika diusung koalisi Demokrat bersama PAN, PKB dan PPP untuk bertarung di Pilkada DKI melawan petahana Basuki Tjahaja Purnama dan penantang lainnya, Anies Baswedan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper