Bisnis.com,JAKARTA – Tingkat pengangguran di Singapura dikhawatirkan berpotensi naik di atas 3% pada kuartal IV/2016, bila terealisasi berarti angka itu akan menjadi yang pertama kalinya sejak 2010.
Dilansir Bloomberg Senin (23/1/2017), ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di Singapuran menanjak ke level tertinggi sejak 2009. Meskipun begitu, Negeri Singa itu tetap mencatatkan waktu rentang pekerja menemukan profesi barunya yang cukup cepat, yakni sekitar delapan pekan.
Politisi lokal pun berusaha menenangkan situasi dengan menunjukkan data kalau Singapura masih menjadi negara yang paling mudah untuk mencari pekerjaan. Walaupun, arus PHK dan tingkat pengangguran tengah tinggi-tingginya.
Dari data kementrian tenaga kerja Singapura menyebutkan para pencari kerja hanya membutuhkan waktu delapan pekan untuk mendapatkan pekerjaan. Angka Negeri Singa itu yang paling cepat dibandingkan dengan Hong Kong, Amerika Serikat (AS), maupun Australia.
Dalam data itu, para pencari kerja di Hong Kong membutuhkan waktu sembilan pekan untuk menemukan pekerjaan baru, sedangkan untuk di AS membutuhkan waktu selama 11 pekan. Australia menjadi yang paling lama dari tiga negara lainnya dengan memerlukan waktu selama 17 pekan untuk mendapatkan pekerjaan anyar.
Menteri Tenaga Kerja Singapura Lim Swee mengatakan, kemudahan mencari kerja itu bukan hanya untuk usia produktif. Bahkan, yang sudah tua dan dianggap berisiko juga mendapatkan tawaran pekerjaan.
“98% dari mereka [pekerja tua] yang sudah mencapai umur pensiun 62 tahun masih mendapatkan tawaran kerja baru,” ujarnya.
Kemudahan mencari kerja itu pun tetap membuat persaingan mendapatkan kerja di Singapura cukup ketat.
Ekonom Capital Economist Ltd. Krystal Tan menuturkan, ketatnya persaingan kerja di Singapura karena adanya pembatasan baru untuk imigran dan perlambatan ekonomi yang masih terjadi. Hal itu pun memacu kekhawatiran kurangnya lapangan pekerjaan.
Masalah kemampuan juga menjadi penyebab banyaknya pekerja yang kehilangan pekerjaan di sektor manufaktur. Lalu, tren urbanisasi pun perlahan naik dari kota kecil ke kota besar yang mempunyai kebutuhan biaya yang besar pula.
“Masyarakat pun banyak tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pemerintah [Singapura] fokus pada masalah itu sekarang,” tuturnya.