Kabar24.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte menyatakan, bahwa jumlah partai politik (parpol) saat ini terlalu banyak, sehingga menghasilkan lembaga legislatif dan eksekutif yang tak efektif.
Juga, membuat masyarakat bingung membedakan satu partai dengan partai lainnya.
Demikian dikemukakan Philips dalam acara seminar “Tata Kelola Sistem Politik dan Pemilu Indonesia: 2014 dan Setelahnya” yang diselenggarakan Fraksi Partai Golkar di Gedung DPR, Rabu (18/1/2017).
Dia menilai, dari 10 partai yang ada di parlemen saat ini hanya enam sampai tujuah partai saja yang benar-benar berpengaruh dalam bekerjanya sistem politik dan sistem perwakilan.
Artinya, hanya enam sampai tujuh partai yang disebut efektif dalam menjalankan tugasnya dalam lembaga legislatif maupun dalam mewakili kepentingan publik, ujarnya.
“Jumlah partai saat ini terlalu banyak sehingga menghasilkan parlemen dan eksekutif yang tidak efektif,” ujarnya.
Tak Ditanggapi
Hanya saja Philips mengakui bahwa selama ini usulan pengurangan jumlah partai tidak ditanggapi positif oleh berbagai kalangan politisi.
Dia mengusulkan, salah satu cara untuk mengurangi jumlah partai politik adalah dengan meningkatkan parliamentary threshold (PT) hingga 4% sampai 5%, mengingat adanya kecenderungan identifikasi pemilih (Party ID) terhadap parpol menurun. Bahkan, penurunan itu mencapai titik kritis di angka 30% pada Pemilu 2009.
“Artinya pemilih relatif menganggap bahwa tidak ada perbedaan substansial antara satu partai dengan partai lainnya,” ujarnya.
Untuk itu, menaikkan PT untuk minimal mempertahankan jumlah partai yang ada sekarang menjadi suatu keniscayaan. Philips juga mengingatkan, bahwa pengurangan jumlah partai harus diiringi dengan pengurangan jumlah kursi per daerah pemilihan (dapil).
Menurutnya, dengan dinaikkan PT, maka pemilih akan mendapat pelajaran bahwa jika mereka tetap memilih partai kecil maka kemungkinan suara mereka akan ‘hangus’ karena partainya tidak masuk parlemen.
“Oleh karena itu, pemilih akan berpikir dua kali dan akan cenderung memilih partai yang memiliki peluang menang,” ujarnya.