Kabar24.com, PADANG—Pemerintah daerah diminta mewaspadai potensi cuaca ekstrem sepanjang tahun ini, yang berpeluang menyebabkan gagal panen di berbagai daerah, guna mengejar laju inflasi yang lebih stabil.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Barat Puji Atmoko menyebutkan anomali cuaca di sepanjang awal tahun ini menjadi risiko utama pengendalian inflasi daerah itu, begitu juga dengan admistered price berupa potensi kenaikan tarif listrik sesuai rencana pencabutan subsidi secara bertahap.
“Risiko inflasi Sumbar terutama dari perubahan cuaca yang berpeluang menyebabkan terganggunya pasokan pangan,” katanya, Selasa (10/1/2017)
Menurutnya, perubahan cuaca di Sumbar yang susah ditebak, menyebabkan potensi terganggunya pasokan komoditas pokok menjadi kian tinggi, yang berakibat sulitnya mengendalikan laju inflasi.
Meski begitu, Puji menilai stabilitas inflasi bisa dipertahankan asalkan pemda kabupaten/kota kompak mengikuti roadmap pengendalian inflasi yang sudah dirumuskan Tim Pengendalian Inflasi (TPID) Sumbar.
Dia mengingatkan tiga komoditas pangan, yakni cabai merah, beras dan bawang merah perlu menjadi sorotan, karena cenderung sangat berfluktuasi selama beberapa tahun terakhir. Sedangkan penyebab inflasi lainnya seperti tiket pesawat hanya naik pada saat Lebaran dan libur akhir tahun.
“Di TPID sudah disepakati efektivitas dan intensitas pengendalian inflasi 2017. Tinggal penyelarasan pada jajaran perangkat pemerintah kabupaten/kota hingga provinsi mengacu roadmap itu,” katanya.
Untuk menjamin ketersediaan pasokan cabai merah, TIPD Sumbar telah melakukan kerjasama dengan TPID Jawa Tengah sebagai sentra cabai nasional untuk memasok ke daerah itu.
BI mendorong pemda lebih serius menggarap upaya pengendalian inflasi, terutama dalam mitigasi cuaca, seperti pengaturan pola tanam dan pemberian informasi cuaca yang lebih akurat kepada petani.
“Mungkin perlu juga diterapkan teknologi rumah atap atau green house yang sedikit rada mahal, tetapi produksinya melimpah tanpa perlu terkendala cuaca,” ujar Puji.
Adapun, BI menargetkan laju inflasi Sumbar tahun ini sebesar 4% plus 1%, jauh lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3% - 5,7%.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) setempat merilis inflasi Sumbar sepanjang 2016 sebesar 4,89%, dengan inflasi dua kota yang menjadi barometer pertumbuhan ekonomi daerah itu Padang dan Bukittinggi masing-masing 5,02% dan 3,93%.
Dody Herlando, Kepala BPS Sumbar menyebutkan inflasi daerah itu cenderung masih disebabkan pergerakan harga komoditas pangan.
“Per Desember cukup terkendali dengan berhasilnya upaya menurunkan harga cabai merah yang sempat naik sangat tinggi,” katanya.
Dia menyebutkan pemerintah daerah perlu memprioritaskan penanganan komoditas pangan dan memastikan stok memadai di pasaran, sehingga inflasi daerah itu bisa lebih terkendali.