Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan telah menerima laporan terkait dengan pelaku kriminal penerobos KJRI Melbourne.
Terkait dengan kejadian tersebut, Kepala Negara menilai kejadian tersebut sebagai tindak kriminal murni.
"Itu urusan kriminal. Sekarang saya sudah mendapatkan laporan dari Menlu soal penambahan aparat keamanan dari Australia," katanya saat kunjungan kerja di Jawa Tengah, dikutip dari Biro Pers, Media dan Informasi, Senin (9/1/2017).
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Armanata Nasir telah menyatakan bahwa nota protes telah disampaikan kepada pemerintah Australia. Pemerintah Indonesia sendiri meminta agar pelaku dapat segera ditangkap dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri menyebutkan Penerobosan di Gedung Konsulat Jenderal RI di Melbourne merupakan tindakan kriminal yang tidak dapat ditoleransi sama sekali.
Oleh karena itu, sebagai negara penerima, Australia memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk segera memproses hukum dan menjamin keamanan semua misi Indonesia di Australia.
Vienna Convention 1961 pasal 22 ayat 2 mengatakan bahwa “Negara penerima memiliki tugas khusus mengambil semua langkah untuk melindungi bangunan-bangunan misi dari segala bentuk instrusi atau kerusakan dan mencegah segala bentuk gangguan ketenangan atau perusakan kewibawaan Misi”.
Guna meyakinkan bahwa Pemerintah Australia akan melakukan investigasi dan memproses hukum pelaku kriminal tersebut, Menlu RI telah melakukan komunikasi dengan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, pada Sabtu 7 Januari 2016.
Dubes RI Canberra juga terus melakukan komunikasi dengan Pemerintah dan Otoritas Australia guna memastikan keamanan semua misi dan staf Diplomatik Konsuler Indonesia di Australia.
Sebelum masalah ini, Tentara Negara Indonesia (TNI) memutuskan untuk menghentikan sementara kerja sama militer dengan Australia Defence Force setelah adanya dugaan pelecehan yang dilakukan Australia terhadap lambang Negara, Pancasila.
Penghentian kerja sama sementara tersebut meliputi berbagai aspek, di antaranya latihan bersama, pendidikan, tukar menukar perwira, hingga kunjungan antarpejabat.
Isu pelecehan Pancasila itu berawal saat Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berlatih bersama pasukan Australia. Seorang instruktur bahasa dari Kopassus menemukan materi pelatihan yang dinilai menghina Indonesia.