Bisnis.com, PADANG— Bank Indonesia menilai inflasi Sumatra Barat sepanjang tahun lalu cukup terkendali di kisaran 4,89%. Bahkan untuk bulan Desember justru terjadi deflasi sebesar 0,01%.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Puji Atmoko mengatakan secara keseluruhan pengelolaan inflasi daerah itu cukup baik. Meski masih berpotensi lebih rendah jika pengendalian di lapangan dilakukan secara optimal.
“Di bawah 5%, menurut hemat saya itu sudah baik. Meskipun seharusnya bisa lebih rendah lagi,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (3/1/2017).
Menurutnya, inflasi Sumbar dalam beberapa tahun terakhir sangat fluktuatif. Pada 2013 dan 2014 mencatatkan inflasi tertinggi secara nasional, kemudian menjadi yang terendah pada 2015.
Namun, dia meyakini inflasi daerah itu saat ini jauh lebih stabil dan terkendali, sesuai harapan di bawah angka pertumbuhan ekonomi.
Untuk tahun ini, BI memproyeksilan inflasi Sumbar di kisaran 4% plus minus 1%, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3% hingga 5,7%.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) setempat merilis inflasi di dua kota yang menjadi barometer perekonomian daerah itu sepanjang 2016 cenderung stabil, terutama di bulan Desember.
Kepala BPS Sumbar Dody Herlando menyebutkan sepanjang tahun lalu, dua kota yakni Padang dan Bukittinggi mengalami inflasi masing-masing 5,02% dan 3,93%.
“Pada bulan Desember inflasi Kota Padang hanya 0,07% dan Bukittinggi justru deflasi 0,57%,” katanya.
Dia mengungkapkan terkendalinya harga komoditas pokok di periode tutup tahun, dan berhasilnya upaya menurunkan harga cabai merah serta komoditas pangan lainnya, membuat inflasi daerah itu cukup terkendali.
Adapun, cabai merah yang beberapa bulan sebelumnya mengalami inflasi sangat tinggi, kini justru terdeflasi sebesar 8,79% di Padang dan 21,22% di Bukittinggi. Begitu juga dengan harga bawang merah mengalami deflasi masing-masing 3,45% dan 5,54%.
Per Desember 2016, inflasi daerah itu disebabkan naiknya harga pada sejumlah komoditi yakni angkutan udara, pasir, mobil, beras, rokok kretek, batu bata, bensin, dan cabai rawit di Kota Padang.
Sedangkan di Bukittinggi, sejumlah komoditas yang mengalami inflasi antara lain beras, sewa rumah, daging ayam ras, buncis, telur ayam ras, ikan nila, dan ketupat sayur.
Secara umum, inflasi Kota Padang disebabkan adanya peningkatan harga pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,41%, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,90%, kesehatan 0,81%, transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 1,53%.
Sedangkan tiga kelompok lainnya mengalami deflasi yakni bahan makanan 1,47%, sandang 0,74%, dan pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,16%.
Di Bukittinggi, inflasi disebabkan meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan 2,69%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,04%, sandang 0,86%, dan pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,04%.
Tiga kelompok lainnya deflasi yakni kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar 0,81%, kesehatan 0,03%, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,42%.