Kabar24.com, JAKARTA-- Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan EKTP yang mangkrak selama 2,5 tahun tidak berjalan mudah. Salah satu penyebabnya, ada ribuan transaksi yang harus dilacak.
“Audit BPKP, kerugian keuangan negara Rp 2,3 triliun. Siapa yang menikmati? Kontrak dari Kemendagri dan konsorsium, tentu mengalir ke konsorsium. Rekening penampung itu lari ke mana? Kami telusuri,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Selasa (15/11).
Alex mengatakan, penelusuran aliran uang itu tidak mudah karena ada ribuan transaksi. Selain itu, ada sebagian transaksi yang bersifat tunai. Ini tentu membutuhkan waktu untuk ditelusuri dan dibuktikan tindak pidananya.
“Siapa saja yang memperoleh (aliran dana) itu, bukan pekerjaan yang mudah karena ada ribuan transaksi. Mungkin ada juga yang sifatnya tunai,” jelasnya.
KPK mengungkapkan telah meminta keterangan dari banyak pihak dalam kasus ini, termasuk mantan Mendagri Gamawan Fauzi dan eks Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Kemarin, giliran Wakil Menteri Keuangan periode 2014-2014 Anny Ratnawati diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman. “Delapan orang dipanggil hari ini (Selasa, 15/11) untuk kasus E-KTP, termasuk Bu Anny,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan.
Basaria menjelaskan, pengadaan paket e-KTP mulai dibicarakan pada 2008 ketika Anny menjabat Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. “Jadi, menurut penyidik beliau mestinya banyak tahu,”paparnya.
Sementara itu, saksi lain yang diminta keterangan oleh KPK dihari yang sama dengan Anny adalah Kepala Departemen Akuntansi Keuangan Umum Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Budi Zuniarta, pengusaha Afdal Noverman, Ketua Bersama Konsorsium PNRI Adres Ginting, Direktur Produksi PNRI Yuniarto, Staf Dirut Bidang Pengembangan Usaha PNRI Haryoto, dan Aslinah dari pihak swasta.