Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Panitera dan Hakim PN Jakpus Didakwa Terima S$28.000

Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Muhammad Santoso bersama hakim pada PN Jakpus Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya dalam dakwaan disebut menerima S$28.000 dari pengacara terkait dengan perkara gugatan perdata.
Ilustrasi./Bisnis
Ilustrasi./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -  Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Muhammad Santoso bersama hakim pada PN Jakpus Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya dalam dakwaan disebut menerima S$28.000 dari pengacara terkait dengan perkara gugatan perdata.

"Terdakwa Muhammad Santoso selaku panitera pengganti bersama-sama dengan Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya masing-masing selaku hakim pada PN Jakpus menerima pemberian berupa uang yang jumlah seluruhnya sebesar 28 ribu dolar Singapura dari Raoul Adhitya Wiranatakusumah melalui Ahmad Yani terkait dengan permintaan Raoul Adhitya Wrianatakusumah agar terdakwa bersama-sama Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya menguntungkan pihak tergugat," kata jaksa penuntut umum KPK Muh. Asri Irwan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.

Partahi juga merupakan anggota majelis hakim dalam perkara Jessica Kumala Wongso yang divonis 20 tahun penjara dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.

Sedangkan Casmaya adalah hakim karir yang juga merupakan hakim Tipikor, salah satunya menjadi hakim dalam perkara korupsi dalam perkara suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu.

Raoul Adhitya Wiranatakusumah adalah pengacara yaitu PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu yang digugat oleh PT Mitra Maju Sukses (MMS) dalam perkara perdata No: 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST yang diadili oleh Partahi, Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu.

Pemberian uang itu diawali pada 4 April 2016 saat Raoul menghubungi Santoso dan menyampaikan keingian untuk memenangkan perkara tersebut yaitu agar majelis hakim menolak gugatan PT MMS. Santoso pun menyarankan agar Raoul menemui Partahi selaku ketua majelis hakim.

Pada 13 April 2016, Raoul datang ke PN Jakpus untuk menemui Partahi, namun karena tidak ada di ruangannya maka Raoul menemui Casmaya. Selanjutnya pada 15 April 2016, Raoul baru berhasil menemui Partahi dan Casmaya di ruangan hakim lantai 4 PN Jakpus untuk membicarakan perkara tersebut.

Pada pertengahan Juni 2016, Santoso diperkenalkan oleh Raoul dengan Ahmad Yani selaku stafnya. Ahmad Yani diminta untuk berkomunikasi dengan Santoso terkait dengan perkembangan perkara.

"Pada 17 Juni 2016, terdakwa bertemu dengan Raoul di kantor PN Jakpus dan mengatakan akan memberikan uang sejumlah 3 ribu dolar Singapura untuk terdakwa serta 25 ribu dolar Singapura untuk majelis hakim," kata jaksa Asri.

Sekitar pukul 13.00 WIB Raoul memerintahkan Ahmad Yani melalui Whatsapp dengan kalimat: "nanti kamu samperin ke p santoso" "Kamu tegesin aja lagi yang saya ngomong tadi ke p Santoso" "bentuknya dollar Singapur" "tipis" "Buat urusan ktp" "bilang biar Pak san sodok ke boss" "supaya deal" dan dijawab oleh Ahmad Yani "OK nanti saya sampaikan".

Santoso pada 20 Juni 2016 kemudian memberitahukan kepada Raoul melalui SMS yang isinya "Ang 1 sdh Ok tinggal musy besok sy ke ang 2". Raoul kembali menegaskan mengenai sikap ketua majelis hakim dengan menanyakan "siap" "km ok?" dan dijawab "ok" oleh Santoso. Raoul pun memerintahkan Ahmad Yani untuk bertemu majelis hakim pada 22 atau 23 Juni 2016.

Santoso menyampaikan kepada Casmaya bahwa Raoul akan datang menghadap pada 22 Juni 2016 serta menyampaikan janji Raoul yang akan memberikan uang sejumlah 25 ribu dolar Singapura untuk majelis hakim, pada saat itu Casmaya menanggapi bahwa majelis hakim baru akan musyawarah.

Kemudian sekitar pukul 19.36 WIBMuhammad Santoso melalui SMS memberitahukan hasil pembicaraannya dengan Casmaya kepada terdakwa, yang dibalas oleh terdakwa "siap beh jam 9 saya hadir" lalu dijawab oleh Muhammad Santoso "langsung ke bos ya nanti sy intip dulu".

Pada 22 Juni 2016 Raoul bertemu Partahi Hutapea dan menyampaikan keinginan agar majelis hakim memenangkan pihak tergugat dan mempercepat putusan perkara dengan imbalan 25 ribu dolar Singapura. "Atas penyampaian tersebut, Partahi Tulus Hutapea mengucapkan terima kasih dan mengatakan nanti saja setelahnya, Raoul pun melaporkan pertemuan itu ke terdakwa melalui SMS, 'si bos sih bilang terimaa kasih dan mau beresin minggu ini tadi buka tanggalan babeh pastiin aja' dan dijawab terdakwa 'ok', dan meminta Raoul untuk menyiapkanuangnya bila keesokan harinya terdakwa dipanggil oleh Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya," tambah jaksa Asri.

Raoul bersama Ahmad Yani kemudian mengambil uang di Bank CIMB Niaga cabang Thamrin pada 24 Juni 2016 sebesar Rp300 juta dan ditukarkan menjadi 30 ribu dolar Singapura dan tersisa Rp3 juta.

Raoul kemudian minta Ahmad Yani memisahkan uang untuk Partahi dan Casmaya selaku majelis ke amplop putih dengan tulisan "HK" berisi 25 ribu olar Singapura dan bagian Santoso dalam amplop putih tulisan "SAN" berisi uang 3 ribu dolar Singapura, sedangkan sisa uang Rp3 juta dan 2 ribu dolar AS disimpan.

Pada 20 Juni, majelis pun menyatakan bahwa "gugatan pengugat tidak dapat diterima". Setelah pembacaan putusan, Raoul menghubungi Santoso melalui SMS menyampaikan "Baik beh sebenarnya kita maunya gugatan ditolak tapi kita ambil ini sebagai berkah yang terbaik" "keadaan kahar diakui beh sama majelis", kemudian dijawab Santoso "Ya raul hanya itu yang bisa kita bantu", "Ya udah raol sy serahkan ke raul urusan majelis" dan dibalas Raoul "Oh beh soal itu gak usah khawatir saya komit." "Saat sedang antri absen pulang, terdakwa bertemu dengan Casmaya yang pada saat itu menanyakan terdakwa mengenai rencana pemberian uang dengan kalimat 'bagaimana itu Raoul?' dan dijawab oleh Muhammad Santoso 'besok Pak'," ungkap jaksa. Santoso kemudian menghubungi Ahmad Yani menanyakan kapan uang untuk majelis dan dirinya diambil dengan mengatakan 'Undian kapan sy ambil'. Atas pertanyaan itu Ahmad Yani melaporkan kepada terdakwa dan terdakwa menyampaikan 'jalanin sesuai rencana'.

Uang pun diserahkan di Jalan Yusuf Adiwinata SH Menteng Jakarta Pusat pada 17.45 WIB. Amplop berisi 25 ribu dolar SIngapura dengan kode HK untuk Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya serta amplop bertuliskan "SAN" berisi uang sejumlah 3.000 dolar Singapura untuk Santoso, hingga beberapa saat kemudian Santoso dan Ahmad Yani beserta barang bukti diamankan petugas KPK.

Atas perbuatan itu, Santoso didakwa berdasarkan pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Santoso pun tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).

"Saya sudah bicara dengan terdakwa dan sebelum melaksanakan kami persidangan sudah berunding dengan rekan advokat kami tidak akan melakukan eksepsi, langsung saja menghadirkan saksi," kata pengacara Santoso, Halim Darmawan.

Sidang dilanjutkan pada Senin, 21 November 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper