Kabar24.com, JAKARTA - Ombudsman RI menyarankan Presiden Jiko Widodo menunda pengesahan rancangan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Mereka menilai, upaya penerbitan PP tersebut tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat, meski dari pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika mengklaim sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait.
"Kami bisa memahami keinginan pemerintah menerapkan kebijakan berbagi spektrum dan jaringan dalam Industri Telekomunikasi Indonesia dalam rangka mendorong terjadinya efisiensi," kata anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih dalam keterangan resminya, Jumat (21/10/2016).
Meski dengan alasan efisiensi, pemerintah perlu membatasi wilayah-wilayah yang kurang terlayani untuk menjaga persaingan usaha yang sehat dan keadilan dalam pelayanan.
Dia memaparkan, rencana revisi dua PP tersebut yang memperbolehkan praktik berbagi jaringan dan frekuensi juga akan bertentangan dengan UU No. 39 tahun 1999 tentang telekomunikasi.
Oleh karena itu, Ombudsman berpendapat perlu segera dilakukan perubahan Undang-Undang agar revisi PP tidak bertentangan dalam hal substansi.
Kendati demikian, mereka mensinyalir ada upaya untuk memberikan pembenaran pelaksanaan PP hasil revisi akan menghemat devisa negara hingga US$200 miliar atau kurang lenih Rp2,644 triliun.
Menurutnya, perhitungan ini cukup janggal, mengingat dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) nilai tambah (PDB) sektor telekomunikasi Indonesia pada tahun 2015 hanya mencapai Rp406,9 triliun. Karena itu, dia menilai pernyataan soal keuntungan itu tak disertai informasi cara perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berpotensi menciptakan penyesatan informasi kepada publik.
Setelah mencermati aduan dari berbagai pihak, Ombudsman RI berpendapat revisi PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, berisiko cacat prosedur, cacat substansi dan tidak didukung dengan dasar perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan mempertimbangkan berbagai hal di atas, Ombudsman menyarankan presiden menunda pengesahan revisi PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan mempercepat pengusulan draft revisi UU Telekomunikasi ke DPR.
Sebelumnya, revisi kedua peraturan tersebut sempat menjadi sorotan. Revisi PP No 52 tahun 2000 itu akan mengubah soal modern licensing bagi penyelenggara telekomunikasi untuk tidak menitikberatkan pembangunan infrastruktur merubahnya ke service level agreement (SLA).
Sedangkan, revisi PP No 53 tahun 2000 bakal membuka peluang penggunaan frekuensi secara bersama oleh operator. Revisi ini disebut-sebut bakal membuat network sharing menjadi kewajiban.