Kabar24.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung memastikan kasus dugaan korupsi kontrak Built, Operate, and Transfer (BOT) antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)- PT Grand Indonesia (GI) masih tetap berlanjut.
Penyidik kejaksaan sampai sejauh ini masih menghitung potensi kerugian negara akibat penyalahgunaan kontrak yang diduduga dilakukan oleh PT CKBI dan PT GI tersebut.
"Sampai saat ini kasus masih berjalan, kami masih menunggu hasil kajian soal berapa sebenarnya kerugian yang ditimbulkan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Hanya saja dia enggan memberikan kepastian kapan hasil kajian tersebut keluar. Selain itu dia juga mengatakan , sampai saat ini pihaknya belum akan memanggil saksi terkait kasus tersebut.
"Masih berlangsung, namun sampai saat ini belum akan memanggil saksinya," terang Arminsyah.
Kasus ini bermula saat pemilik sebagian besar saham PT Grand Indonesa, PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) menjadi pemenang lelang pengeloaan kawasan Hotel Indonesia, Jakarta dengan sistem kontrak build, operate, transfer (BOT) kawasan Hotel Indonesia selama 30 tahun sejak 2004.
Kemudian sesuai kontrak tersebut PT Grand Indonesia membangun satu hotel bintang lima, 2 pusat perbelanjaan, dan 1 fasilitas parkir. Namun diketahui PT CKBI membangun dan mengelola Menara BCA dan Apartemen Kempinski Residence yang tidak tercantum dalam kontrak BOT.
Di dalam kontrak tersebut diduga negara juga dirugikan dengan adanya perpanjangan kontrak tanpa melakukan penghitungan secara benar.
Akibatnya dari perpanjangan kontrak menjadi 50 tahun itu Kejagung menduga negara mengalami kerugian sebesar Rp1,2 triliun.Angka tersebut masih bersifat sementara dan masih dalam penghitungan.
Pihak Grand Indonesia membantah keras bahwa pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski melanggar hukum dan merugikan keuangan negara sebesar Rp1,2 triliun.