Kabar24.com, JAKARTA - Pakar Hukum dan Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa UU No.10/2016 Pasal 70 ayat 3 yang mewajibkan cuti petahana yang akan maju dalam Pilkada di daerah yang sama dapat menimpulkan ketidakpastian hukum.
"Mewajibkan cuti sama artinya dengan memotong masa jabatan, ahli ada kerugian bagi pemohon [petahana] khususnya jaminan kepastian hukum dan perlakuan tidak sama antarpejabat negara," kata Refly di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin(26/9/2016).
Pasalnya, menurut Refly, apabila petahana diwajibkan cuti dapat juga merugikan warga yang harusnya mendapatkan pelayanan dari petahana tersebut.
"Tapi cuti tiga bulan dapat juga merugikan warga yang harus mendapatkan pelayanan dengan petahana atas jabatan kepala daerah selama lima tahun ," katanya.
Pihaknya mengaku tidak setuju dengan adanya pergantian untuk sementara terhadap kekosongan kekuasaan, khususnya dalam konteks gubernur dan wakil gubernur digantikan oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri.
"Karena mereka bukan orang-orang yang menerima mandat dari rakyat," tuturnya.
Selain itu, alasan diwajibkan cuti bagi petahana agar tidak menggunakan fasilitas negara mau pun dana publik merupakan alasan yang mengada-ada.
"Kalau itu kita bicara masalah pengawasan, pengawas pemilu harus tegas agar pilkada itu dapat berjalan dengan lancar," katanya.