Bisnis.com, DEN HAAG - Kepala urusan Hak Asasi Manusia PBB pada Senin menuding kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, menyebarkan "prasangka rasial dan agama yang buruk," dan juga mengingatkan akan bahaya munculnya tokoh-tokoh populis yang beresiko memicu kekeasan.
Dalam sebuah konferensi keamanan dan keadilan, Kepala Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Ra'ad Al Hussein, juga menuding hal yang sama terhadap pemimpin kanan garis keras dari Belanda, Geert Wilders dan juga sejumlah tokoh "populis, demagog penipu, dan pemimpi politik lainnya."
Dia secara khusus menyebut Trump, Nigel Farage dari Inggris, dan Marine Le Pen di Prancis serta menuding mereka sebagai tokoh yang sengaja menggunakan taktik menyebar "ketakutan" yang juga digunakan oleh kelompok bersenjata ISIS di Timur Tengah.
"Jangan salah, saya tentu saja tidak menyamakan tindakan para demagog nasionalis itu dengan aksi yang dilakukan oleh ISIS," kata dia.
"Namun dalam hal metode komunikasi, propaganda ISIS menggunakan taktik yang sama dengan para tokoh populis itu, yaitu dengan menyampaikan informasi sepotong-potong dan penyederhanaan berlebihan," kata Zein.
"Sejarah mungkin saja telah mengajarkan kepada Tuan Wilders dan sesama tokoh populis untuk bagaimana secara efektif menggunakan ketakutan pada hal asing (xonofobia) dan kebodohan sebagai senjata politik," kata dia.
"Suasana kemasyarakatan akan penuh dengan kebencian, dan pada titik ini, semuanya bisa berubah dengan cepat menjadi gelombang kekerasan dengan skala besar," kata dia.
Zein menyebut janji Wilders menjelang pemilihan umum di Belanda untuk melarang imigran Muslim dan melarang peredaran kitab suci al Quran sebagai hal yang "tidak masuk akal." Dalam sejumlah jajak pendapat, Wilder kini mengungguli politisi Belanda lainnya menjelang pemilihan umum parlemen pada Maret 2017.
Beberapa janji Wilders kepada para pendukungnya adalah penutupan pintu imigrasi bagi penganut agama Islam, penutupan masjid-masjid, dan pelarangan al Quran. Dia juga mengusulkan agar Belanda mengikuti jejak Inggris dengan keluar dari Uni Eropa.