Bisnis.com, JAKARTA--Dua emiter atau penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, China dan Amerika Serikat setuju untuk meratifikasi Perjanjian Paris untuk Perubahan Iklim. Langkah dua raksasa ini dinilai akan mempercepat aksi nyata melawan pemanasan global.
"Hari ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada China dan Amerika Serikat untuk meratifikasi perjanjian ini--kesepakatan yang jadi tonggak kesempatan untuk masa depan yang berkelanjutan bagi setiap bangsa dan setiap orang," kata Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Iklim perubahan (UNFCCC), dalam rilisnya yang Bisnis terima Sabtu (3/9) malam.
Espinosa menambahkan bahwa semakin cepat kespekatan itu diratifikasi dan diimplementasikan secara penuh, maka akan lebih aman bagi masa depan manusia yang kini tengah menghadapi dampak perubahan iklim.
Perjanjian Paris atau Paris Agreement mulai berlaku pada hari ke-30 setelah setidaknya 55 pihak yang mewakili minimal 55% penghasil emisi global menyetorkan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi ke UN Depositary, di New York.
Paris Agreement sendiri merupakan kesepakatan hampir 200 negara yang tahun lalu bertemu di Paris dalam upaya menahan kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celcius. Kenaikan suhu di atas 2 derajat, dari suhu rata-rata masa pra industri, berarti bencana bagi manusia di bumi.
Meski begitu, kelompok negara kecil dan kepulauan diperkirakan sudah akan menerima dampak dari pemanasan global ketika suhu global naik rata-rata 1,5 derajat celcius. Kenaikan suhu yang menyebabkan es kutub mencair akan menaikkan permukaan air laut dan menenggelamkan pulau-pulau kecil.