Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya telah memperkarakan sembilan kasus kebakaran hutan dan lahan yang hingga kini masih diproses di pengadilan.
Pemerintah memasukkan gugatannya di beberapa pengadilan negeri di seluruh Indonesia. Gugatan terhadap korporasi telah memasuki fase yang beragam mulai dari pemberkasan, proses sidang, putusan hingga pengajuan banding.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan pelanggaran yang dilakukan oleh sembilan perusahaan tersebut masuk kategori perbuatan melawan hukum.
Dengan demikian, pelanggaran mereka dinilai pantas diperkarakan di ranah perdata ke meja pengadilan. Di luar itu, pemerintah telah memberikan teguran kepada 115 perusahaan, di mana 27 di antaranya dijatuhi sanksi administratif.
“Perkara kebakaran hutan dan lahan yang serius kami giring ke pengadilan yang terdiri dari sembilan korporasi besar. Mereka adalah yang benar-benar kami duga lalai melaksanakan kewajibannya dan memberi dampak buruk pada lingkungan sekitar,” katanya kepada Bisnis, Rabu (24/8/2016).
Rasio menambahkan sembilan perusahan itu mayoritas berada di kawasan konsesi dan konservasi Pulau Sumatra meski kantor operasinya berada di Jakarta. Mereka antara lain PT Bumi Mekar Hijau di Palembang, PT National Sago Prima di Riau, PT Jatim Jaya Perkasa di Riau, PT Waringin Agro Jaya di Palembang dan PT Kallista Alam di Aceh.
Sementara itu, empat gugatan lainnya masih dirahasikan oleh pihak kementerian lantaran masih proses pemberkasan dan pengumpulan bukti. “Masih ada empat perusahan lagi yang akan kami gugat tetapi datanya belum masuk ke pengadilan. Ini belum bisa kami publish,” terangnya.
Selain itu, KLHK juga akan menggugat lima perusahaan ke ranah pidana. Hal ini telah dikolaborasikan dengan kepolisian di masing-masing wilayah kebakaran hutan dan lahan.
Adapun yang menjadi dasar hukum dalam proses penyidikan antara lain Undang-Undang Perkebunan 39 tahun 2014 pasal 108, Undang-Undang Kehutanan pasal 78, dan UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 116.
Isi dari UU Perkebunan 39 tahun 2014, pasal 108 yaitu setiap pelaku usaha perkebunan yang membuka atau mengolah lahan dengan cara membakar akan dipidana dengan pidana penjara lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Sementara itu, KLHK juga sedang merancang sanksi administratif yang lebih tegas seperti paksaan penghentian kegiatan, membekukan ijin usaha, pencabutan izin usaha dan pemberlakuan blacklist permohonan perizinan.
Rasio mengakui dengan gencarnya gugatan dan pemberian sanksi, kepatuhan korporasi terhadap syarat dan prasyarat pengoperasian pabrik menjadi lebih meningkat ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Dia mengklaim, beberapa kasus yang diperkarakan di pengadilan 70% dimenangkan oleh KLHK, kendati harus menempuh banding dan peninjauan kembali.
“Perusahaan sekarang semakin responsif dan berkomitmen mempersiapkan pencegahan kebakaran hutan dan lahan,” tuturnya.
Penasihat Hukum dari salah satu tergugat yaitu PT National Sago Prima Rofiq Sungkar mengatakan hakim di pengadilan harus jeli dalam melihat kasus gugatan yang dilayangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pasalnya, tidak semua hakim mengerti isu lingkungan. Perbandingan hakim lingkungan dalam ranah hukum masih timpang. Dia mengungkapkan terkadang banyak putusan yang menghukum para korporasi karena majelis hakim kurang memahami isu lingkungan hidup.
“Tidak semua gugatak KLHK benar dan rasional. Perlu hakim yang kompeten memandang masalah kebakaran hutan dan lahan. Tidak semua salah korporasi karena ada bencana alam yang juga harus diselidiki,” ucapnya.
Sebelumnya, PT National Sago Prima dihukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas gugatan karhulta oleh KLHK. Perusahaan yang memiliki lahan 3.000 ha di Kepualauan Meranti Riau itu diduga telah melakukan pembakaran hutan dengan sengaja.
Anak perusahaan dari PT Sampoerna Agro Tbk., ini didenda Rp1,07 triliun atas kerusakan ekologis dan ekonomis yang timbul dari aksi karhutla dalam kurun 30 Januari 2014 hingga Maret 2014