Kabar24.com, SYDNEY - Lebih dari 2.000 kejadian termasuk kekerasan seks, pelecehan dan usaha menyakiti diri sendiri dilaporkan terjadi di sebuah kamp tahanan pengungsi milik Australia di Nauru dalam dua tahun terakhir. Lebih dari separuh kasus tersebut terjadi pada anak-anak.
Bocoran sebuah dokumen yang dipublikasikan Guardian Australia menjabarkan lebih detail terkait tingkat pelecehan di kamp pengungsi yang dijalankan oleh Australia di pulau-pulau di wilayah Pasifik Selatan. Laporan ini menunjukkan bahwa anak-anak menanggung beban trauma akibat kejadian yang mereka alami.
Kamp yang dijaga ketat dan kebijakan keras imigrasi Australia terkait kapal pengungsi mendapat kritik keras dari PBB dan kelompok hak asasi manusia.
Kebijakan Australia mengharuskan pengungsi yang dihadang di lautan untuk dikirim ke Nauru dan kamp lain di Pulau Manus di Papua Nugini. Para pengungsi diberitahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa menetap di Australia.
Jumlah pengungsi dan pencari suaka yang mencoba mendatangi Australia sangat kecil bila dibandingkan dengan Eropa. Namun, imigrasi sudah sejak lama menjadi isu panas di Australia begitu pula dengan kebijakan keras imigrasi yang mendapat dukungan politik di negara itu.
Australia mengatakan pihaknya mencoba mengkonfirmasi seluruh laporan tersebut dan telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian Nauru.
“Perlu diingat bahwa banyaknya laporan kejadian ini mencerminkan tuduhan yang belum dikonfirmasi,” kata seorang juru bicara dari Deprtemen Imigasi Australia seperti dikutip dari Reuters, Rabu (10/8/2016).
Lebih dari 2.000 laporan kejadian yang bocor dan dipublikasikan oleh Guardian merupakan insiden yang terjadi selama Agustus 2013 hingga Oktober 2015.
Dari sekitar 500 pengungsi di Nauru, golongan anak-anak berjumlah kurang dari 20%. Selama periode tersebut terdapat 59 laporan pelecehan terhadap anak-anak dan tujuh laporan kekerasan seksual. Beberapa laporan tersebut mengindikasikan tindakan pelecehan oleh para penjaga terhadap anak-anak sementara laporan lain memuat tindakan seksual oleh orang tidak dikenal.
Laporan tersebut juga menunjukkan adanya 30 kasus percobaan melukai diri sendiri oleh anak-anak dan 159 ancaman melukai diri sendiri yang melibatkan anak kecil.
Sementara ada pula sejumlah laporan lain yang melibatkan anak terdiri atas berbagai kasus mulai dari kecelakaan hingga perilaku menyimpang.
Salah satu laporan menunjukkan bahwa seorang anak menulis di bukunya bahwa dia lelah, tidak menyukai kamp tersebut dan ingin mati.
“Saya ingin mati, saya membutuhkan kematian,” tulis anak tersebut.
Pihak pembela pengungsi mengatakan laporan yang bocor tersebut menunjukkan pentingnya mengakhiri kebijakan penahanan lepas pantai yang digelar Australia dan pencari suaka harus diberi dukungan medis dan psikologis.
“Dokumen ini memperlihatkan secara jelas, begitu jga penelitian kami, bahwa banyak yang telah berada di ujung tanduk kerusakan mental dan fisik karena perlakuan yang mereka dapat di Nauru,” sebut Anna Neistat, Direktur Penelitian Senior di Amnesty International.