Kabar24.com, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menanggapi niatan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memberikan jatah Rp1 Triliun kepada setiap partai.
Mereka menolak niatan tersebut, karena menambah beban APBN, terlebih saat ini wacana tersebut sedang didorong oleh DPR RI. Selain itu, jika satu partai politik diberikan uang senilai Rp1 triliun, maka anggaran negara yang harus keluar mencapai Rp10 triliun.
"Kami di Fitra menolak rencana pemberian dana kepada partai politik tersebut," begitu keterangan tertulis mereka seperti yang dikutip Bisnis, Jumat (5/8/2016).
Adapun alasan mereka menolak rencana tersebut diantaranya:
1.Parpol belum mempunyai perangkat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana dari APBN. Riset Fitra menunjukkan bahwa penggunaan bantuan keuangan Parpol pada tahun 2010 tidak transparan dan tidak akuntabel.
2. Rencana Alokasi tanpa perhitungan kursi justru membuat partai malas bekerja untuk rakyat. Rencana pukul rata, Rp1 triliun setiap partai bertentangan dengan prinsip ketidakadilan sesuai dengan perolehan suara.
3.) Oligarki parpol di Indonesia saat ini masih kuat. Dengan kata lain, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas tidak akan terbangun. Sehingga, bukannya meminimalisir korupsi, anggaran senilai Rp1 triliun tidak akan efektif sebagai cara meminimalisir korupsi.
4.) Jatah untuk Parpol tidak sesuai dengan Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja. Kinerja Parpol masih buruk. Sejak tahun 2003 Indonesia memiliki UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang telah mengubah paradigma penganggaran dari sistem tradisional yang berorientasi pada input atau anggaran menjadi anggaran berbasis kinerja.
5.) Wacana ini sangat menyakitkan rakyat ditengah defisit APBN, krisis pangan dan tingginya harga beras. Sebagai contoh, jika 10 partai yang ada mendapatkan Rp1 triliun maka akan ada alokasi Rp10 triliun. Padahal dalam APBN 2015 dalam Kementrian Pertanian saja, alokasi untuk cadangan beras pemerintah hanya Rp. 1,5 triliun. Cadangan Stabilisasi pangan hanya Rp. 2 triliun.
6.) Terkait proses audit oleh BPK, dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan dimana beberapa anggota BPK berlatarbelakang partai politik. Hal ini tentu saja akan sangat mengkhawatirkan dalam level akuntabilitas. Dana yang begitu besar tentunya akan sulit diaudit apalagi jika auditornya ternyata berlatarbelakang sebagai partai politik.
7.) Wacana ini akan memancing daerah melakukan hal yang sama, menaikkan anggaran bantuan sehingga semakin memiskinkan keuangan daerah.
8.) Jika betul terjadi peningkatan dana parpol ini sebagai konsekuensi elit politik pemerintah dan DPR setelah pengesahan UU tax amnesty.
Atas dasar itu mereka mendorong pemerintah untuk mengurungkan niatnya untuk memberikan dana bagi partai politik.