Kabar24.com, JAKARTA - Peranan Nurhadi Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dalam perkara suap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mulai terungkap. Dia disebut sebagai “promotor” dalam memo terkait pengurusan perkara yang dikoordinir Eddy Sindoro.
Hal itu terungkap dalam persidangan terdakwa penyuap panitera Pengadilan Negeri Jakpus, Doddy Aryanto Supeno. Ada empat saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) waktu itu. Keempat saksi tersebut yakni Wresti Kristian Hesti (pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah), Wawan Sulistiawan, Edy Nasution (bekas panitera PN Jakpus), dan Sarwo Edi (Staf Kepaniteraan).
“Setiap surat yang akan diberikan kepada Pak Eddy Sindoro, selalu ditembuskan kepada promotor itu. Promotor tersebut adalah Pak Nurhadi," ujar Wresti dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Pernyataan Wresti itu diperkuat dengan bukti surat yang ditulis oleh anak buahnya, Wawan Sulistiawan. Bekas anak buah Eddy Sindoro di Pasifik Utama itu menyatakan, pembuatan surat itu merupakan perintah dari Eddy Sindoro, termasuk penyebutan promotor tersebut.
Salah satu isi memo itu berupa permintaan bantuan kepada “promotor” yang tak lain adalah Nurhadi dalam sengketa tanah Paramount Land. Melalui surat itu dia meminta Nurhadi membantu mengubah kalimat yang sebelumnya berbunyi “belum dapat dieksekusi” menjadi “tidak dapat dieksekusi”.
Memo serupa juga ditujukan oleh Wresti dalam perkara lainnya, termasuk perkara yang melibatkan Across Asia Limited (AAL) dengan PT First Media Tbk. Surat itu juga ditujukan kepada Nurhadi.
Nama Nurhadi kembali disinggung dalam pertemuan Wresti dengan Edy Nasution. Dalam pertemuan itu dia menggunakan nama Nurhadi untuk melobi bekas panitera itu. Adapun pertemuan itu dimaksudkan untuk kepengurusan perkara PT Metropolitan Tirta Perdana dengan Kwang Yang Motor Co Ltd.
Selain Nurhadi, persidangan itu juga menjelaskan hubungan antara Eddy Sindoro dengan perkara itu. Dalam kesaksiannya, Wresti menyatakan setiap perkembangan perkara selalu atas sepengetahuan saudara kandung Billy Sindoro tersebut. Termasuk rencana penyerahan uang senilai Rp100 juta kepada Edy Nasution.
Dalam percakapan BlackBerry Messenger misalnya, Wresti memberi tahu soal permintaan Edy Nasution senilai Rp100 juta terkait perkara PT Metropolitan Tirta Perdana dan Kwang Yang Motor Limited. Eddy Sindoro menyetujuinya dan meminta Wresti mengambil uang ke Hery Sugiharto dari PT MTP.
Eddy Sindoro sesuai dakwaan itu menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Artha Pertama Anugerah. Kebetulan, saat dia menjabat, Grup Lippo sedang menghadapi sejumlah perkara di PN Jakarta Pusat. Dua perkara itu yakni perkara Niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana dan PT Kwang Yang Motor Co. Ltd (PT Kymco) serta perkara PT Across Asia Limited dengan PT First Media.
Karena menghadapi sejumlah masalah, Eddy Sindoro kemudian mengangkat Wresti untuk mendekati pihak-pihak yang terkait dengan perkara. Sedangkan Doddy, dia tugaskan untuk menyerahkan dokumen maupun uang kepada pihak yang terkait dengan dua perkara tersebut.
Terkait pendalaman peran Eddy Sindoro, KPK hingga saat ini belum berhasil mendatangkan Chairman PT Paramount Enterprise International tersebut. Namun mereka memastikan, kasus terus tetap dikembangkan meski yang bersangkutan belum berhasil didatangkan oleh penyidik antirasuah.
Terpisah, Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto memaparkan sejumlah informasi yang terungkap dalam persidangan itu mengungkap peranan Nurhadi dalam perkara itu. Hal itu akan menjadi pertimbangan untuk menyelidiki peranan sekretaris MA itu.
"Ini kan akan menguatkan pengeluaran surat penyelidikan baru tersebut," katanya.
Terungkapnya surat atau memo kepada Nurhadi juga menjelaskan soal permainan perkara yang dilakukan oleh pihak Eddy Sindoro dengan Nurhadi. Jaksa juga mengendus adanya kedekatan Nurhadi dengan Lippo. Tak hanya itu, fakta yang terungkap dalam persidangan akan menjadi dasar bagi KPK untuk menelisik hubungan itu.
"Nah surat dan memo itu sebenarnya yang coba dimusnahkan saat penggeledahan di rumah Nurhadi," paparnya.