Kabar24.com, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap alasan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi ke rumah Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan sekadar silaturahmi tak logis.
Menurut mereka, fakta persidangan sangat jelas bahwa pertemuan sudah dirancang, terutama terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) soal reklamasi itu.
"Tak logis, bisa dilihat pertemuan itu tidak sekadar silaturahmi," kata Jaksa Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/7/2016).
Menurut mereka pertemuan sudah dirancang. Penginisiasi pertemuan antara petinggi DPRD DKI Jakarta itu tak lain adalah Prasetyo. Selain itu keberadaan Aguan dan Sanusi jelas menunjukkan soal ada kepentingan lain di balik pertemuan itu.
"Semua serba sudah diatur, kami punya penilaian sendiri soal hal itu," katanya.
Sebelumnya dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Ariesman dan Trinanda terungkap, bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan meminta Sanusi untuk mempercepat pembahasan raperda. Untuk keperluan tersebut mereka juga pernah melakukan beberapa kali pertemuan.
Pertemuan pertama digelar pada awal Desember 2015, saat itu beberapa petinggi DPRD DKI Jakarta diantaranya Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Mohamad Ongen Sangaji, Prasetyo Edi Marsudi, dan Selamat Nurdin bertemu dengan bos pengembang itu. Pertemuan itu berlanjut pada bulan Februari 2016, permintaannya masih sama yakni percepatan pembahasan raperda reklamasi.
Sementara itu dalam persidangan sebelumya, sebuah rekaman perbincangan melalui telepon genggam antara Manajer Perizinan Agung Sedayu Group Syaiful Zuhri alias Pupung dengan anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI Jakarta Mohamad Sanusi membuka keterkaitan kepentingan perusahaan pengembang itu dengan raperda yang mangatur soal reklamasi di Teluk Jakarta.
Dalam rekaman itu terungkap, pihak Agung Sedayu meminta Sanusi untuk mempercepat pengesahan raperda. Selain itu, mereka meminta bekas politisi Gerindra tersebut “membereskan” anggota DPRD yang tidak hadir dalam rapat paripurna pembahasan raperda.
Syaiful menyangkal dalam upaya “membereskan” anggota DPRD itu ada embel-embel pemberian dana. Dia berdalih kalimat itu terlontar spontan dan bukan atas inisiatif siapapun. Tak hanya itu, kalimat itu terlontar karena dia diminta untuk segera menyelesaikan persoalan soal raperda tersebut.
Meski demikian, dia menjelaskan desakan soal pengesahan raperda itu datang dari petinggi perusahaan pengembang tersebut. Ada tiga nama pimpinan yang disebut dalam sidang itu, ketiga orang itu yakni Sugianto Kusuma alias Aguan, Richard Halim Kusuma, dan seseorang bernama Budi.
Syaiful yang pernah beberapa kali diperiksa KPK pun menbenarkan hal itu, dia mengaku sedang dalam keadaan tertekan saat mengatakan urusan beres membereskan tersebut, terutama terkait perintah atasannya untuk segera membereskan masalah itu.
Pria yang bermukim di kawasan Jakarta Timur itu juga menjelaskan, sebagai pengembang dia membutuhkan kejelasan soal raperda itu, sebab selama ini prosesnya berlarut-larut. Di satu sisi dia perlu mengurus izin-izin lainnya termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Selain soal perintah “membereskan” anggota dewan yang tak datang dalam sidang paripurna, Syaiful sebelum operasi tangkap tangan (OTT) berlangsung, pada pagi harinya bertemu dengan Mohamad Sanusi. Pembahasannya masih sama soal dewan yang tak kunjung kuorum.