Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS HADI POERNOMO: KPK Pertimbangkan Keluarkan Sprindik Baru

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan mengeluarkan surat penyidikan (sprindik) baru terhadap bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menjalani sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5)./Antara
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menjalani sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5)./Antara

Kabar24.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan mengeluarkan surat penyidikan (sprindik) baru terhadap bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.

Pertimbangan itu muncul, setelah tanggal 16 Juni lalu, Mahkamah Agung (MA) tidak menerima pengajuan peninjauan kembali (PK) dari jaksa KPK.

Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak memaparkan, KPK sedang membicarakan putusan tersebut dengan sejumlah pimpinan. Pembicaraan itu dilakukan untuk mengambil langkah usai penolakan PK tersebut.

“Kami belum menerima salinan putusannya. Namun yang jelas kami sedang diskusikan terlebih dahulu. Termasuk opsi mengeluarkan surat penyidikan baru, itu menjadi salah satu pertimbangan yang bakal diambil,’” kata dia di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Total kerugian akibat kasus tersebut mencapai Rp5,7 triliun.

Adapun kasus itu bermula pada tanggal 12 Juli 2003 lalu. Saat itu, BCA mengajukan surat keterangan keberatan pajak transaksi non-performance loan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

DJP yang pada waktu itu diketuai Hadi Poernomo awalnya menolak permohonan keberatan tersebut. Namun, sehari sebelum jatuh tempo, diduga atas perintah Hadi Poernomo, keputusan menolak diubah menjadi menerima.

Singkat kata, KPK kemudian menetapkannya sebagai tersangka. Tak terima dengan penetapannya tersebut, dia kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dia pun memenangkan gugatan tersebut.

Penasihat hukum Hadi Poernomo, Maqdir Ismail mengapresiasi putusan MA tersebut. Putusan itu menurutnya semakin memberikan kepastian hukum kepada para pencari keadilan. Dia menilai, sudah sepatutnya pihak KPK menerima putusan tersebut.

“Saya kira itu yang tepat, karena hal itu akan memberikan kepastian hukum terhadap para pencari keadilan,” ujar Maqdir.

Menurut dia, sesuai dengan pasal 263 ayat (1) KUHAP, yang berhak mengajukan gugatan praperadilan dan pengajuan PK adalah tersangka dan keluarga tersangka. Karena itu, sudah sepatutnya semua pihak menyadarinya, termasuk para penegak hukum. “Setiap keputusan pengadilan harus dipatuhi, setiap pihak harus menghormati,” katanya.

Terkait hal itu, menurut dia KPK harus berjiwa besar dengan tidak mengeluarkan sprindik baru terkait status bekas Dirjen Pajak tersebut. “Harus berjiwa besar dan mampu menerima putusan dari pengadilan,” jelas dia.

Sementara itu, Juru Bicara MA Suhadi memaparkan, putusan itu dilakukan pada 16 Juli 2016 lalu. Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Agung Salman Luthan itu, MA memutuskan untuk tidak menerima pengajuan peninjauan kembali dari KPK.

Adapun, Juru Bicara MA Suhadi menjelaskan, tidak diterimanya pengajuan tersebut karena sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi jaksa tidak bisa mengajukan PK terkait praperadilan. Karena keberadaan putusan MK tersebut, hakim tidak menerima pengajuan dari KPK tersebut.

“Tidak diterima, karena sudah sesuai dengan putusan MK, yang berhak mengajukan PK adalah tersangka dan ahli warisnya. Sehingga, penegak hukum tidak bisa mengajukannya,” jelasnya.

MA sendiri belum lama ini juga mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No.4/2016. Dalam peraturan tersebut, MA melarang pengajuan permohonan peninjauan kembali putusan praperadilan. Peraturan tersebut mulai berlaku sejak Senin (18/4) lalu.

MA beralasan, penerbitan peraturan itu dilakukan untuk menghindari kesimpangsiuran. Hal itu juga dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap para pencari keadilan.

Pasalnya, sebelum keberadaan aturan itu, penuntasan perkara menjadi molor lantaran pihak yang bertikai masih berdebat soal sah dan tidaknya penetapan seseorang menjadi tersangka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper