Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laporan dari Inggris: Kejutan Pahit di Kota Leeds

Suara yang memilih Inggris untuk keluar dari UE unggul hingga 52%, meninggalkan suara yang menginginkan Inggris bertahan di UE sebanyak 48%.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Kota Leeds, bagian utara Inggris, sekitar 2,5 jam perjalanan kereta dari London pada Kamis (23/6/2016). Juni menandai datangnya musim panas. Meski kadang langit masih tetap mendung dan hujan turun, suhu sudah mulai menghangat.

Sejak awal Juni, makin banyak orang menanggalkan jaket tipis, yang menemani mereka selama musim semi, dan bersiap menyambut matahari. Sejak pagi kota mulai bergeliat. Fajar datang lebih awal setiap musim panas.

Tepat tengah hari, Sarah Joy Landon, seorang pelajar berkebangsaan Inggris yang lahir dan besar di Roma, Italia, keluar dari flat tanpa jaket, berjalan kaki menuju tempat pemungutan suara (TPS) di Brudenell Social Club di area Hyde Park.

Sarah  berniat menggunakan hak pilihnya dalam referendum. Ini momentum yang akan menentukan kelanjutan nasib Inggris di Uni Eropa (UE). Sepanjang hari itu, TPS beroperasi sejak pukul 07.00 hingga 22.00.

Sampai di tempat pemungutan suara, tak ada petugas yang mengecek identitasnya. Ini sedikit membuatnya terkejut. Sarah tak pernah menggunakan hak pilih di Inggris sebelumnya. Di surat yang dikirimkan beberapa hari sebelum pemilihan dan di situs pemerintah kota memang disebutkan bahwa pemilih yang sudah terdaftar tidak perlu membawa kartu pemilih di TPS.

Petugas di TPS seperti percaya bahwa semua pemilih akan berlaku jujur dan tidak menggunakan hak pilih orang lain. Ini bukan kejutan pertama, Sarah akan mendapati kejutan lain keesokan harinya.

Di TPS, Sarah bergabung ke dalam antrean, menunggu giliran. Pemandangan para pemilih yang mengantre, terutama pada pagi hingga siang hari, juga dijumpai di beberapa tempat pemungutan suara lain di Leeds.

Tak ganjil memang jika menilik bahwa jumlah keikutsertaan para pemilih pada referendum ini di seluruh negeri mencapai 71,8%, melampaui angka tertinggi yang pernah terjadi pada pemungutan suara yang digelar di Inggris pada 1992. Tercatat, ada lebih dari 30 juta orang menggunakan hak pilihnya.

Buat Sarah, Kamis ini tak biasa. Dia banyak diuntungkan dari keanggotaan Inggris di Uni Eropa, terutama kemudahan bepergian. Lahir dari ayah berkebangsaan Inggris dan Ibu berkebangsaan Italia, Sarah membagi hidupnya di dua negara. Buatnya, Roma adalah rumah.

Setelah studinya selesai pada September mendatang, Sarah berencana untuk meneruskan tinggal di Inggris dan mengadu peruntungan di negeri ini.

Setelah menerima surat suara, Sarah mengambil pensil, membuat tanda silang di sebelah opsi remain. Dia mantap memilih Inggris untuk bertahan sebagai anggota Uni Eropa.

“Saya tidak bisa membayangkan jika Inggris harus keluar dari UE. Bukan tak mungkin saya perlu memulai proses menjadi warga negara Italia, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah saya pikirkan,” ujar Sarah.

Kekhawatirannya yang lain adalah meninggalkan EU akan menyeret perekonomian Inggris ke dalam krisis.

Meski jauh dari suasana hiruk pikuk pemilihan umum seperti di Tanah Air, isu referendum sangat terasa, apalagi menjelang hari pencoblosan. Debat terbuka digelar di kampus-kampus, mewarnai program stasiun televisi, topik yang banyak diangkat di media cetak, dan ruang-ruang diskusi.

Banyak organisasi dan nama-nama yang akrab di telinga publik menyampaikan apa yang menjadi pilihan mereka secara terbuka. Mantan kapten kesebelasan Inggris David Beckham, seperti dikutip Reuters, misalnya mendukung Inggris untuk tetap berada di UE.

Beckham, yang juga lama memperkuat Manchester United, menggunakan sepak bola untuk menegaskan pentingnya kolaborasi antarnegara. Kejayaan yang diraih MU, ujarnya, tak akan terjadi tanpa dukungan Peter Schmeichel, penjaga gawang dari Denmark, kepemimpinan Roy Keane dari Irlandia, dan pemain berkebangsaan Prancis Eric Cantona.

Beckham juga pernah bermain dan tinggal di Madrid, Milan, dan Paris. Buatnya, akan lebih baik jika Inggris tetap bersama-sama dengan UE dan tidak mengatasi permasalahan dengan memutuskan berpisah.

Kedua kubu juga sibuk menggaet hati pemilih dengan mengirimkan brosur hingga ke rumah-rumah. Dalam brosur yang dibagikan, pendukung Vote Leave –kelompok yang menginginkan Inggris keluar dari UE- mengusung topik seputar imigran, ekspansi UE dengan menambah panjang daftar calon anggota, termasuk Turki, dominasi UE untuk mengontrol pasar, kesulitan Inggris untuk melakukan negosiasi dengan mitra dagang, dan jumlah uang yang digelontorkan Inggris sebagai bagian dari keanggotaan UE.

Sebaliknya, kubu seberang alias Britain Stronger in Europe menangkis segala tudingan dengan membeberkan fakta pembanding, termasuk data bahwa meninggalkan UE tidak berarti Inggris memiliki dana lebih untuk sistem jaminan kesehatan National Health Service (NHS). Kelompok ini juga mengingatkan bahwa resesi dan peningkatan jumlah pengangguran akan membayangi Inggris jika memutuskan keluar dari UE.

Kita tahu ujung dari tarik menarik ini. Tak perlu menunggu lama. Jumat, 24 Juni, pukul 07.00, hasil referendum sudah dapat diketahui. Suara yang memilih Inggris untuk keluar dari UE unggul hingga 52%, meninggalkan suara yang menginginkan Inggris bertahan di UE sebanyak 48%.

Di Leeds, publik lebih memilih remain dengan perolehan suara 50,3%. Kondisi serupa juga terjadi di kota tetangga Leeds, yaitu York (58%) dan Harrogate (51%). Tiga area, yang masuk ke dalam wilayah West Yorkshire ini ‘tenggelam’ di balik dominasi leave yang merajai 18 kota lainnya. Dan ini kejutan buat Sarah. Tentu bukan kejutan yang manis.

Terbangun pada Jumat pagi, dan mengetahui hasil referendum jauh dari yang diinginkan, Sarah cemas dengan nasib Inggris ke depan.

Dia hanya berharap Pemerintah Inggris dapat menjaga stabilitas politik dan ekonomi. Kecemasan juga hinggap di Alexandra Bowe, warga Manchester, yang memilih remain saat referendum. Sebelum referendum, Alex, begitu biasa dia disapa, sudah tidak menyukai isu imigran yang digaungkan oleh para pendukung leave.

“Sekarang saya kira yang terbaik adalah tetap berpikir positif dan memastikan perubahan ini membawa manfaat meski sejatinya saya juga khawatir dengan perekonomian Inggris.”

Lain Alex, lain pula Abi Daruvalla. Lahir dan besar di London, Abi hijrah ke Amsterdam sejak 1979. Hasil referendum mendorongnya untuk meninggalkan kewarganegaraan Inggris. Abi akan memulai proses pengajuan kewarganegaraan Belanda.

“Saya sudah memikirkan untuk berganti warga negara sejak lama, tapi keputusan Inggris untuk keluar dari UE kian memantapkan langkah saya untuk pindah warga negara.”

Jumat, 24 Juni. Satu sejarah dicatat pada musim panas. Setelah ini Inggris perlu memberi tahu Konsil Eropa atas niatnya untuk meninggalkan UE. Inggris dapat melakukan negosiasi dengan UE terkait kemundurannya dari anggota atau tidak melakukan perundingan dan menunggu hingga dua tahun setelah pemberitahuan untuk melepaskan diri dari UE.

Selama masa ini, Inggris tetap tunduk pada aturan dan perjanjian UE, tetapi tidak dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Sampai masa itu tiba, negara ini akan diuji untuk mengatasi perubahan besar. Sendiri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ratna Ariyanti
Sumber : Bisnis Indonesia (25/6/2016)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper