Kabar24.com, JAKARTA - Peraturan Mahkamah Agung (MA) No.4/2010 yang melarang pengajuan peninjauan kembali (PK) putusan praperadilan mendapat respon dari penasihat hukum Richard Joost Lino bekas Direktur Utama Pelindo II, Maqdir Ismail.
Maqdir berharap, pengajuan PK terkait putusan praperadilan penetapan RJ Lino sebagai tersangka kasus pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tidak menjadi korban penerapan peraturan baru tersebut
"Mestinya tidak, karena permohonan PK itu diajukan sebelum ada Perma larangan PK praperadilan. Mudah-mudahan permohonan itu dikabulkan oleh MA," kata Maqdir dalam pesan singkatnya kepada Bisnis, Senin (6/6/2016).
Dia menyatakan, PK atas putusan praperadilan yang diajukan ke Mahkamah Agung itu sangat substansial. Pasalnya, dia menilai penetapan kliennya sebagai tersabgka tidak tepat, karena pemeriksaan tersangka oleh penyelidik.
"Kami menganggap, ada tersangka itu sesudah ada penyidikan, bukan pada saat penyelidikan," kata Maqdir.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) belum lama ini mengeluarkan Peraturan MA (Perma) No.4/2016. Dalam peraturan tersebut, MA melarang pengajuan permohonan peninjauan kembali putusan praperadilan. Peraturan tersebut mulai berlaku sejak Senin (18/4) lalu.
Penerbitan peraturan itu secara tidak langsung membuat praperadilan tidak bisa diajukan ke tingkat kasasi maupun banding. MA beralasan, peraturan itu untuk menghindari kesimpangsiuran dan memberi kepastian hukum kepada para pencari keadilan. Pasalnya, sebelum berlakunya aturan itu, penuntasan perkara cenderung molor lantaran pihak yang bertikai masih berkutat di sidang praperadilan.
Menurut MA, esensi praperadilan adalah menguji sah tidaknya penetapan tersangka, penahanan, atau penghentian penyidikan terhadap seseorang. Sehingga seharusnya, hal itu bisa diselesaikan di pengadilan tingkat pertama, tidak merembet ke kasasi maupun PK.