Kabar24.com, JAKARTA - Hukuman kebiri dinilai sebagai salah satu aspek saja dari berbagai respons dapat dilakukan pemerintah terkait maraknya aksi kejahatan sosial.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai kejahatan seksual harus dilihat secara komprehensif sehingga bukan hanya memberikan hukuman kebiri, namun juga menjawab berbagai persoalan terkait kejahatan tersebut.
"Pemerintah harus melihat secara komprehensif, bukan sekadar hukuman kebiri. Pemerintah harus dapat mengurai dan menjawab seluruh persoalan yang terkait dengan kejahatan tersebut," katanya di Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Menurut dia, kejahatan seksual yang belakangan ini marak terjadi tidak bisa dilihat sebagai masalah yang tunggal atau berdiri sendiri. Dia mengatakan, masalah tersebut harus dipandang secara komprehensif dan integral, bukan sekadar dari kacamata hukum semata.
"Terkait dengan kejahatan seksual, rekomendasi PKS menuntut pemerintah untuk melakukan langkah-langkah, antara lain pertama, menindak tegas pelaku dengan hukuman seberat-beratnya hingga hukuman mati," ujarnya.
Kedua, menurut dia, melakukan pendampingan dan proses rehabilitasi komprehensif terhadap korban dan keluarganya. Poin ketiga, menghadirkan perangkat hukum yang memberikan efek jera bagi pelaku.
"Selain itu mencegah terjadinya kejahatan seksual dengan menutup celah penyebab, antara lain peredaran miras, narkoba dan pornografi," katanya.
Keempat, menurut dia, melindungi perempuan, anak dan keluarga. Kelima, melakukan upaya pencegahan kejahatan dan penyimpangan seksual dengan program-program pengokohan ketahanan keluarga.
Selain itu Jazuli mengapresiasi Pemerintah yang baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Hukuman kebiri dalam Perppu itu sebagai langkah awal untuk membuat shock therapy sudah cukup bagus, tapi butuh regulasi yang lebih luas dan lengkap," katanya.
Menurut Jazuli, kejahatan dan kekerasan seksual saat ini sudah luar biasa sehingga tidak sedikit yang menjadi korban, umumnya anak-anak dan perempuan.
Kondisi seperti itu, menurut dia, memang sudah termasuk darurat kejahatan seksual karena telah membunuh karakter, membunuh masa depan korban, bahkan membunuh nyawa korban.