Kabar24.com, JAKARTA - Perempuan Indonesia diharapkan lebih kuat dan mampu melawan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual.
Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarno Putri menginginkan agar wanita Indonesia menjadi lebih kuat sehingga bisa terhindar atau membela diri jika mendapat kekerasan seksual dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Saya suka gemas jika lihat wanita yang lembek. Bukan berarti tidak dandan atau kelelaki-lelakian, bukan seperti itu. Tapi yang bisa membela dirinya," ujar Megawati dalam sebuah diskusi bertajuk "Indonesia Melawan Kekerasan Seksual" di Jakarta, Kamis (12/5/2016) siang.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menyarankan, akan sangat membantu apabila kaum perempuan berlatih bela diri sehingga memiliki perlindungan dari tindak kekerasan apapun.
"Atau minimal punya semprotan merica (pepper spray) seperti yang dimiliki Polisi untuk jaga diri. Kita harus lebih peduli dan ajari anak-anak untuk waspada, sehingga peristiwa seperti Yuyun tidak terjadi lagi," tutur Megawati, menambahkan.
Sehubungan dengan peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi di Bengkulu itu, Megawati menceritakan bahwa dirinya meminta kepada para cucunya agar lebih waspada dan jangan bepergian seorang diri sehingga ada pengawasan yang bisa dilakukan dengan mudah.
Selain itu, Megawati juga meminta kepada para orang tua, khususnya kaum ibu, agar mau memberitahu dan memberi pemahaman kepada anak-anak mengenai bahaya kekerasan seksual.
"Apa susahnya menyampaikan seperti itu? Menjaga keamanan dan membela harga diri adalah hak kita," kata Megawati dengan tegas.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, tindakan kekerasan seksual tidak hanya sebatas pemerkosaan, namun juga berupa pemaksaan berhubungan intim, penyiksaan seksual, hingga perbudakan seksual dan lain sebagainya.
Ia pun memaparkan, hingga saat ini akses korban untuk mendapatkan pembelaan dan proses di jalur hukum masih buruk, terlebih hingga tahap mendapatkan kebenaran.
"40% kasus yang dilaporkan berhenti di kepolisian, 10% sampai ke pengadilan. Sisanya hanya diselesaikan dengan cara mediasi," ucap Budi.
Ia menambahkan, kejahatan seksual tidak boleh terjadi dan kompleksnya masalah tersebut menekankan agar dibentuk sebuah peraturan tegas untuk menindak kejahatan jenis tersebut.