Kabar24.com, JAKARTA - Sejumlah pegiat antukorupsi yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mencatat sedikitnya ada 35 orang hakim, panitera atau pegawai pengadilan yang terjerat kasus korupsi.
Kondisi itu secara tidak langsung menunjukkan praktik korupsi di tubuh pengadilan maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang berpotensi melakukan praktik korupsi. Sebagai contoh, kasus Andri Tristianto, sekalipun yang bersangkutan tak memiliki kewenangan terkait perkara tapidirinya dapat terlibat dalam korupsi.
"Rentetan kasus itu menunjukkan praktik korupsi yudisial sudah sistemik, masif dan mengakar. Belum lagi persoalan pengawasan yang lemah, semakin memperbesar potensi korupsi di tubuh pengadilan," tulis KPP dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/5/2016).
Karena itu, mereka mendesak KPK tak hanya berhenti kepada kator-aktor yang sudah ditangkap. Melainkan juga mengembangkan kasus tersebut untuk memetakan walayah rawan korupsi di pengadilan.
"Perkara korupsi yang melibatkan pegawai MA belakangan menunjukkan praktik korupsi di lembaga pengadilan memiliki jaringan yang luas dan kompleks. Karenanya pengusutan kasus ini juga harus sampai pada tahap pemetaan potensi korupsi di lembaga pengadilan," lanjut pernyataan tertulis tersebut.
KPK selain memainkan fungsi penindakan juga harus memainkan fungsi pencegahan dalam rangka memperbaiki sistem di Mahkamah Agung dan lembaga peradilan dibawahnya. Dalam upaya memperbaiki sistem dan menutup celah mafia peradilan setidaknya KPK dapat berangkat dari beberapa kajian yang dilakukan UKP4 dan investigasi Ombudsman beberapa waktu lalu.
Adapun UKP4 pernah memetakan modus-modus mafia peradilan di dalam buku yang diterbitkannya (UKP4, 2010). Berikut modus-modus yang kerap terjadi di dalam lingkup pengadilan sebagai berikut:
1. Calo perkara membangun hubungan baik dengan hakim/pegawai pengadilan dengan memberikan hadiah atau fasilitas. Bertujuan menciptakan hutang budi ketika berperkara.
2. Adanya pungutan liar diluar ketentuan saat pendaftaran perkara, menawarkan penggunaan jasa advokat tertentu. Dengan tujuan mempercepat atau memperlambat pemeriksaan perkara.
3. Calo perkara meminta pihak tertentu untuk mengatur majelis hakim.
4. Rekayasa persidangan, mengatur saksi atau barang bukti hingga putusan pengadilan.
5. Pungutan liar guna mempercepat atau memperlambat minutasi putusan.