Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Seorang Ibu Bertahan Hidup di Jalur Gaza

Di sebuah rumah kumuh kecil di kamp pengungsi Shati yang penuh sesak di Jalur Gaza Palestina, seorang ibu bernama Hayat al-Hessi beserta suami dan lima anak-anaknya berjuang untuk bertahan hidup dalam kemiskinan

 Kabar24.com, JAKARTA-- Di sebuah rumah kumuh kecil di kamp pengungsi Shati yang penuh sesak di Jalur Gaza Palestina, seorang ibu bernama Hayat al-Hessi beserta suami dan lima anak-anaknya berjuang untuk bertahan hidup dalam kemiskinan.

 
Suami al-Hessi ini bekerja sebagai nelayan dan hanya mampu bekerja selama dua hari seminggu karena sakit yang dideritanya
 
"Kami terutama bergantung pada bantuan pangan yang kami terima dari PBB dan LSM lokal lainnya. Tapi kami menerima bantuan ini setiap tiga bulan sekali, yang tidak cukup untuk keluarga besar saya."
 
Al-Hessi juga mengeluh bahwa dia tidak memiliki ruang di rumah karena dia tinggal di rumah kecil dengan dua lantai yang dihuni oleh 22 anggota keluarga.
 
Sejak Hamas mengambil alih Gaza dengan kekerasan pada 2007, wilayah timur pantai menderita akibat blokade ekonomi Israel dan pembatasan Mesir atas baruoang dan perjalanan. Hal itu memburuk kondisi ekonomi dan hidup 1,9 juta penduduk Gaza.
 
Blokade telah memaksa sebagian besar populasi Gaza ke dalam kemiskinan bahkan tingkat pengangguran mencapai 42,7%
 
Laporan yang dikeluarkan PBB pada 2014 memperingatkan bahwa pada 2020, Gaza akan menjadi tempat yang tak layak huni karena kekurangan sumber daya air, kurangnya pekerjaan dan memburuknya pelayanan medis, sosial dan pendidikan.
 
Al-Hessi tidak pernah bekerja, seperti kebanyakan ibu rumah tangga Gaza. Sekarang dia menyesal sebab sebelumnya tidak belajar kerajinan atau menyelesaikan pendidikannya karena ini bisa banyak membantu melihat dia untuk memperoleh pekerjaan dan memberi makan keluarganya.
 
"Saya sangat khawatir untuk masa depan yang suram dari anak-anak saya ... mereka tumbuh dalam kemiskinan dan saya dapat melakukan apa-apa untuk mereka," katanya sambil menghela napas pahit yang mendalam.
 
Perempuan dalam masyarakat tradisional Palestina masih mengalami patriarki dan distribusi peran berbasis gender. Perempuan Palestina, yang mewakili setengah dari populasi, masih merupakan minoritas dalam angkatan kerja dengan hanya 17,3% atau empat kali lebih sedikit dari partisipasi laki-laki.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Xinhua

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper