Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KORUPSI DPRD MUBA: Terima Suap, Ketua DPRD Muba Mengaku Dirinya Lugu dan Polos

Terdakwa penerima suap Ketua DPRD Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Riamon Iskandar menyebut dirinya lugu dan polos dalam nota pembelaan yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (2/5/2016).
Pimpinan DPRD Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Aidil Fitri (kiri), Islan Hanura (kedua kiri) Darwin AH (kedua kanan) dan Riamon Iskandar (kanan) saat menjalani sidang eksepsi (nota keberatan) di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Palembang, Sumatra Selatan, Senin (14/3/2016). Sidang tersebut mendengarkan jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK atas eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Darwin AH./Antara-Nova Wahyudi
Pimpinan DPRD Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Aidil Fitri (kiri), Islan Hanura (kedua kiri) Darwin AH (kedua kanan) dan Riamon Iskandar (kanan) saat menjalani sidang eksepsi (nota keberatan) di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Palembang, Sumatra Selatan, Senin (14/3/2016). Sidang tersebut mendengarkan jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK atas eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Darwin AH./Antara-Nova Wahyudi

Kabar24.com, PALEMBANG -Suasana pengadilan Tipikor Palembang dalam kasus suap DPRD Musi Banyuasin atau Muba diwarnai penggambaran bahwa Ketua DPRD yang menjadi tersangka penerima suap hanyalah seorang yang lugu dan polos.  

Terdakwa penerima suap Ketua DPRD Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Riamon Iskandar menyebut dirinya lugu dan polos dalam nota pembelaan yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (2/5/2016).

"Seperti diketahui bahwa terdakwa orangnya lugu dan polos, minim pendidikan formal dan baru lima bulan menjadi ketua DPRD Muba," kata penasihat hukum membacakan pledoi terdakwa di hadapan majelis hakim yang diketuai Pharlas Nababan dengan anggota Gustina Ariyani dan Eliwarti.

Dalam pledoinya, terdakwa mengharapkan majelis hakim mempertimbangkan fakta bahwa uang suap tersebut tidak digunakan untuk keperluan sendiri, tapi diserahkan ke partai untuk kepentingan mengikuti kongres.

Atas dasar itu, terdakwa menilai lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi. (Dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.00 dan paling banyak Rp250.000.000).

Terdakwa tidak sependapat dengan pasal yang dikenakan jaksa yakni Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 KUH Pidana.

Oleh karena itu, terdakwa menyampaikan keberatan atas tuntutan jaksa berupa hukuman pidana penjara selama 5,5 tahun denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Apabila majelis hakim tidak sependapat, terdakwa meminta hakim mempertimbangkan fakta di persidangan untuk memutuskan seadil-adilnya," kata Riamon melalui penasihat hukumnya.

Sebelumnya, berdasarkan fakta di persidangan terungkap bahwa terdakwa dalam keterangan di hadapan majelis hakim mengakui tidak memahami mengenai "kuorum" dalam tata cara mengambil keputusan di dalam DPRD, dan tidak mengerti mengenai tata cara pengesahan RAPBN.

Kemudian terungkap di persidangan bahwa saat menerima setoran uang pertama sebesar Rp99 juta, Riamon tidak mengetahui bahwa uang itu merupakan pemberian dari pemkab. Sementara untuk setoran kedua Rp200 juta (kemudian dibagikan ke tiga pimpinan DPRD lainnya) merupakan atas perintah Islan Hanura (terdakwa ketiga).

"Terdakwa meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim karena memiliki lima orang anak dan yang paling bungsu baru berusia dua bulan dan menjadi tulang punggung keluarga," demikian pledoi.

Kasus suap terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di kediaman Bambang Karyanto pada 19 Juni 2015.

Pada saat itu, dilakukan penyerahan sisa kesepakatan suap yang menjadi angsuran ketiga yakni senilai Rp2,56 miliar, sementara ansuran pertama Rp2,65 miliar dan angsuran kedua Rp200 juta khusus untuk empat pimpinan DPRD sudah diserahkan lebih dahulu.

KPK kemudian menyeret empat pimpinan DPRD Muba, Riamon Iskandar (ketua), Darwin AH (wakil), Islan Hanura (wakil), dan Aidil Fitri (wakil) ke meja hijau, demikian juga Bupati Pahri Azhari dan istrinya Lucianty.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper