Kabar24.com, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) terkait dengan pemberian hak para saksi dan korban kejahatan luar biasa.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengungkapkan perlindungan yang dimaksud tak hanya medis dan psikologis, tetapi juga rehabilitasi psikososial. Dalam rehabilitasi ini, LPSK tak bisa bekerja sendiri, melainkan harus bekerja sama dengan lembaga lain, termasuk Kemenaker.
"Pada beberapa kasus, korban kejahatan sulit merengkuh kehidupan yang lebih baik pascakejadian pidana yang menimpanya. Koordinasi dengan kementerian menjadi sangat penting," kata Semendawai dalam rilisnya, Selasa (16/2/2016).
Global Slavery Index (GSI) meluncurkan laporan pada akhir 2014 dengan menyebutkan dugaan perdagangan manusia di Indonesia mencapai 710.000 orang. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu kejahatan internasional yang menjadi salah satu prioritas dari LPSK.
Sinergi yang dimaksud adalah pemberian pelatihan ketenagakerjaan maupun penyaluran kerja bagi saksi atau korban kejahatan. Hal itu, sambungnya, terkait dengan masalah apakah ada peluang kerja maupun penyaluran kerja bagi saksi atau korban kejahatan tersebut.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menuturkan, pihaknya memiliki beberapa program yang bisa dimanfaatkan LPSK dalam rehabilitasi psikososial Program dimaksud antara lain mempersiapkan tenaga kerja untuk memasuki pasar kerja dan pemberian pelatihan bagi mereka yang ingin berwirausaha. “Hanya dalam program itu, tidak ada lagi embel-embel saksi atau korban. Semua jadi satu,” ujar dia.