Kabar24.com, JAKARTA - Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan tidak ada hal yang mendesak untuk merevisi UU KPK.
Zulkifli Hasan menyebutkan bahwa kondisi pada saat ini adalah lebih baik tidak ada revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"KPK masih sangat diperlukan, bahkan salah satu lembaga yang dipercaya masyarakat, melebihi lembaga berwenang lainnya," kata Zulkifli Hasan dalam acara diskusi penguatan KPK di Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2016).
Ia juga menjelaskan jika tidak ada masalah dan tidak diperlukan perubahan, berarti tidak ada kepentingan, urgensi, yang harus disegerakan.
Jika memang revisi undang-undang itu ada, maka baiknya benar untuk memperkuat lembaga.
"Saya kira tidak ada yang terang-terangan berniat melemahkan KPK, jadi jika memang baik ya perlu dikaji lagi secara bijak," katanya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Refly Harun menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertujuan untuk menghilangkan eksistensi lembaga antirasuah tersebut.
Dilihat dari perspektif kekuasaan, kata dia, tidak ada pihak yang suka gerak-geriknya diawasi maka selalu ada upaya menghilangkan eksistensi KPK salah satunya melalui inisiatif revisi UU KPK.
"Karena hanya KPK yang bisa menembus pakem-pakem kekuasaan di tingkat legislatif, eksekutif, bahkan yudikatif," ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan lembaga nirlaba Populi Center di Jakarta, Sabtu.
Menurut mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) itu, revisi UU KPK yang kini terus menjadi polemik di masyarakat, justru berpotensi kuat melemahkan kinerja lembaga antikorupsi itu.
Revisi UU KPK yang sudah disepakati sejauh ini oleh beberapa fraksi di DPR selain Demokrat dan Gerindra meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, serta pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.
Selanjutnya, ada pula revisi mengenai larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Empat poin yang dibahas itu 90 persen melemahkan (kinerja KPK), publik tidak bisa diyakinkan bahwa materinya bertujuan memperkuat. Dalam konteks ini, ada upaya pelemahan KPK terutama dari kalangan politisi," tutur Refly.
Komisaris Utama PT Jasa Marga itu juga menambahkan bahwa sejauh ini kewenangan KPK tidak berlebihan dengan adanya kontrol dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Pengadilan Tipikor menyatakan bahwa faktanya 100 persen tersangka atau terdakwa KPK pasti terbukti bersalah dan divonis. Jadi kerja KPK sudah on the right track," ujarnya.