Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah LSM Serahkan Petisi Tolak Revisi UU KPK

Sejumlah LSM termasuk ICW yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi akan menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK.
Gedung KPK/Antara-Reno Esnir
Gedung KPK/Antara-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi akan menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan petisi penolakan revisi UU KPK bakal diserahkan ketika koalisi tersebut mengadakan audiensi dengan Ketua Badan Legislasi DPR RI pada Selasa (9/2/2016).

Menurut dia di Jakarta pada Senin (8/2/2016), audiensi itu bertujuan menyampaikan pandangan Koalisi terhadap revisi UU KPK sebagai bahan masukan bagi Badan Legislasi dan penyerahan Petisi Online Penolakan Revisi UU KPK yang saat ini ditandatangani lebih dari 55 ribu orang.

Sebelumnya, Pimpinan KPK menilai draf revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

"Saya bisa pastikan kepada teman-teman semua sebagian besar dari draf ini adalah pelemahan, lebih dari 90 persen bukan penguatan terhadap KPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta pada Rabu (3/2/2016).

Setelah meneliti draf revisi UU KPK yang diajukan oleh DPR tersebut, pimpinan KPK melihat ada sejumlah aturan yang mengarah pada pelemahan, misalnya soal kewenangan Dewan Pengawas yaitu penyadapan harus minta izin Dewan Pengawas.

Soal penyadapan, misalnya diatur pada Pasal 12A yang menyatakan bahwa penyadapan dapat dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan atas izin tertulis Dewan Pengawas (ayat 1). Pimpinan KPK meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan (ayat 2), dan penyadapan dilakukan paling lama 3 bulan sejak izin tertulis diterima penyidik dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama (ayat 3).

Butir lain yang disoroti adalah mengenai kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp25 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut wajib diserahkan kepada Kepolisian atau Kejaksaan Agung (pasal 11 ayat 1 dan 2).

Persoalan lain misalnya adalah pembentukan Dewan Pengawas yang diatur dalam Pasal 37 yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa ada dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala dalam 1 tahun dan menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelan ggaran kode etik oleh pimpinan KPK atau pelanggaran tertentu dalam UU.

Masalah lainnya adalah soal KPK yang disebutkan berwenang untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan dalam perkara Tipikor (pasal 40).

Terakhir adalah mengenai pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK (pada pasal 43 dan 45) yang harus berasal dari Kepolisian atau Kejaksaan Agung yang diperbantukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper