Kabar24.com, JAKARTA — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi meminta pemerintah dan DPR segera merevisi UU No. 8/2015 tentang Pilkada agar penyelenggaraan pilkada serentak pada periode mendatang lebih matang.
Titi Anggraeni, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengatakan revisi beleid yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah itu harus segera dilakukan.
“Dengan merevisi UU tersebut, pemerintah dan DPR mampu mendorong adanya reformasi desain sistem pilkada yang mampu mencapai tujuan dasar dari pilkada itu sendiri yakni meningkatkan kualitas representasi masyarakat daerah dengan kepala daerahnya, sampai dengan mendorong adanya pemerintahan yang efektif dan produktif,” kata Titi dalam keterangan resminya, Kamis (21/1/2016).
Adapun dalam gambaran cepat, tuturnya, elemen dasar yang perlu direvisi dari UU Pilkada antara lain soal anggaran, pencalonan, kampanye, debat publik, politik uang, hak pilih, calon tunggal, serta waktu penyelenggaraan.
Soal anggaran, revisi harus mengacu pada perubahan alokasi anggaran penyelenggaran pilkada dari semula APBD ke APBN dengan tujuan untuk menciptakan kepastian anggaran penyelenggaran pilkada.
Untuk pencalonan, DPR dan pemerintah harus memastikan adanya satu lemabaga negara yang memiliki fungsi serta tugas untuk mengurusi sengketa pencalonan.
“Sedangkan untuk menimalisir terjadinya fenomena calon tunggal, bukan justru membuat ambang batas maksimal dukungan koalisi partai pengusung kepala daerah,” tuturnya.
Namun untuk mempermudah syarat dukungan calon baik perseorangan maupun partai politik, bisa dilakukan dengan cara menghilangkan syarat jumlah dukungan kursi minimal DPRD.
Perihal kampanye pilkada berupa iklan di media massa, pemerintah harus menanggung biaya sepenuhnnya. “Sedangkan pencetakan atribut dan distirbusi atribut lainnya dibebankan kepada peserta pemilu yang diatur jumlah serta tata letaknya oleh penyelenggara pemilu.”
Soal politik uang, revisi UU Pilkada harus dikerucutkan pemuatan pasal sanksi bagi setiap calon kepala daerah yang terbukti terlibat mengunakan politik uang untuk meraih suara terbanyak.
Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria dari Fraksi Partai Gerindra menyatakan setuju ada revisi menyusul beberapa catatan dalam Pilkada Serentak 2015 yang diselenggarakan pada 9 Desember 2015.
“Saat ini DPR masih menunggu Pemerintah untuk menyampaikan lebih dulu draft usulannya. Karena kami tidak mau bahwa upaya revisi UU Pilkada ini menjadi konotasi politik jika diusulkan DPR.” pungkasnya.
Menurutnya, masih ada sejumlah persoalan terutama menjaga netralitas dari PNS, TNI, Polri, KPU dan Bawaslu dalam proses penyelenggaraan Pilkada.
“Seharusnya sebagai Aparatur Sipil Negara bisa bersikap netral terhadap proses pemilihan kepala daerah ini. Namun kami seringkali menerima laporan terkait persoalan ini,” ujarnya.
Selain itu, politik uang masih menjadi fenomena buruk yang belum bisa dicegah. “Ini masih terjadi di seluruh daerah. DPR tidak ingin Pilkada diberikan kesan hanya untuk orang-orang yang memiliki uang yang bisa menang,” tegasnya.