Bisnis.com, JAKARTA - PT Leyand International Tbk. batal menjadi investor PT Wirajaya Packindo. Kini, perusahaan yang sedang dalam masa penundaan kewajiban pembayaran utang itu memiliki calon investor baru.
Salah satu pengurus PT Wirajaya Packindo (Wirajaya) Muhammad Ismak mengatakan debitur telah mengumumkan nama calon investor baru, yakni PT Famindo International Multi Gemilang.
"Leyand sudah tidak ada, ini ada investor baru dari China," katanya usai rapat kreditur, Senin (11/1/2016).
Guna memberi waktu untuk masuknya investor baru, debitur meminta perpanjangan waktu 60 hari. Permintaan itu, lanjut Ismak tidak lantas disetujui oleh semua kreditur.
"Kreditur meminta jaminan, benar apa enggak ini debitur punya uang," katanya.
Voting atas permintaan perpanjangan PKPU itu akan digelar Selasa (12/1). Sebelumnya, ada dua nama perusahaan yang juga digadang-gadang akan menjadi investor Wirajaya.
Selain Leyand, nama PT Elite Paper Indonesia juga sempat disebut-sebut.
Saat emiten berkode LAPD itu disebutkan sebagai calon investor, debitur juga meminta perpanjangan PKPU selama 60 hari. Tetapi majelis hakim hanya memberi waktu 30 hari.
Adapun dalam proposal perdamaian yang baru, sejumlah kreditur menilai proposal tersebut cukup menarik. Penawaran pelunasan utang kepada para debitur beragam. Bagi kreditur separatis, Wirajaya menawarkan pembayaran selama 10 tahun dengan masa tenggang atau grace period yang berbeda-beda.
Untuk Bank ICBC dan Bank OCBC, grace period berlaku selama satu tahun. Sedangkan Bank Syariah Mandiri, Bank Mandiri dan Bank Deg Deutshce Investitions ditawarkan grace period selama tiga tahun.
Adapun untuk kreditur separatis lainnya yakni Caterpillar Finance, Wirajaya menawarkan pembayaran selama delapan tahun dengan grace period dua tahun.
Bagi kreditur konkuren yang rata-rata merupakan pemasok, Wirajaya menawarkan pembayaran akan dilakukan secara pro rata pada setiap kreditur selama empat bulan dengan grace period selama lima bulan sejak putusan homologasi majelis.
Wirajaya tercatat memiliki total tagihan mencapai Rp1,27 triliun. Tagihan tersebut berasal enam kreditur separatis dengan nilai tagihan Rp1,1 triliun dan 22 kreditur konkuren, senilai Rp173,34 miliar.