Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS RJ LINO: KPK Didesak Telusuri Kick Back

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak menelusuri aliran kick back yang diduga melibatkan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) R.J Lino dengan perusahaan asal China, HDHM terkait dengan kasus korupsi penunjukan langsung Quay Container Crane (QCC) pada 2010.
Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengacungkan ibu jari usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/11)./Antara
Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengacungkan ibu jari usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/11)./Antara

Kabar24.com, JAKARTA— Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak menelusuri aliran dana suap yang diduga melibatkan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) R.J Lino dengan perusahaan asal China, HDHM terkait dengan kasus korupsi penunjukan langsung Quay Container Crane (QCC) pada 2010.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan KPK harus menelusuri dugaan aliran suap karena dugaan korupsi kasus itu adalah penunjukan langsung. Selain itu, KPK harus bisa menetapkan korporasi atau badan hukum dalam kasus itu sebagai tersangka.

"Dugaan korupsi yang terjadi adalah penunjukan langsung, sehingga ada kesepakatan harga. Patut diduga ada kick back, yang harus ditelusuri KPK," kata Boyamin ketika dikonfirmasi Bisnis.com, Minggu (20/12/2015).

Dia menuturkan proses penunjukan langsung dalam pengadaan barang memiliki mekanisme yang berbeda dengan proses tender. Menurutnya, tender akan mencari harga yang lebih murah.

Pekan lalu, KPK menetapkan Richard Joost Lino, Direktur Utama PT Pelindo II (Persero), sebagai tersangka dalam kasus pengadaan tiga unit QCC pada 2010. Lino diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam proses pengadaan tersebut.

HDHM adalah perusahaan yang bergerak pada industri mesin pelabuhan dan terlibat dalam produksi khusus untuk Ship to Store, Container Cranes, Rail-Mounted Container Gantry, Rubber-tyred Container Gantry Crane dan General Gantry Cranes. Dalam situs resminya disebutkan, perusahaan itu terletak di Wuxi Economy & Technological Development Zone di Provinsi Jiangsu, China.

Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati mengungkapkan Lino diduga menunjuk HDHM dari China sebagai penyedia barang QCC tersebut. Terkait dengan hal itu, KPK menjeratnya melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Boyamin menegaskan pimpinan baru KPK juga harus bisa menetapkan badan hukum sebagai tersangka karena tak pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu, paparnya, kasus itu juga membuka penyelidikan dugaan korupsi lainnya di BUMN tersebut, terutama berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.

"MAKI sudah pernah melaporkan dugaan korupsi pengadaan aplikasi teknologi informasi PT Pelindo II. Kasus pengadaan QCC ini bisa jadi pintu masuk melihat potensi korupsi lainnya," kata Boyamin.

PENGGELEMBUNGAN

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lais Abid menuturkan potensi kerugian negara dalam kasus itu dapat diduga dari proses penggelembungan anggaran. Oleh karena itu, sambungnya, KPK harus dapat menelusuri jenis-jenis modus dalam kasus tersebut.

“Apakah ada penggelembungan anggaran, penggelapan atau yang lainnya. Ini juga terkait dengan perburuan rente, pertanyaannya dari mana uangnya? Dari penggelembungan anggaran tersebut,” kata Lais di Jakarta, kemarin.

Dia menegaskan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan QCC itu relatif besar karena terkait dengan perekonomian. Oleh karena itu, kasus itu juga penting buat publik karena berkaitan dengan sendi-sendi yang menopang masyarakat.

Lais menegaskan KPK juga harus dapat membawa pelaku tak hanya dari jajaran direksi, namun juga korporasi. Selama ini, katanya, lembaga penegak hukum masih belum mampu menjerat kasus-kasus besar dengan keterlibatan korporasi di dalamnya.

Tak hanya dugaan korupsi, dia menegaskan, pihaknya mendorong KPK juga menelusuri dugaan pencucian uang. Hal itu, sambung Lais, bisa saja dilakukan setelah adanya dugaan penerimaan rente dan dana itu akhirnya disamarkan oleh pihak yang terlibat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper