Bisnis.com, NAIROBI – Mengerasnya polarisasi antara negara maju dan berkembang membuat sejumlah negara saling menyiapkan skenario alternatif apabila Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) X Nairobi gagal menghasilkan kesepakatan yang signifikan.
Para negosiator membuka pintu lebar-lebar untuk mengefektifkan pertemuan bilateral dan regional. Indonesia misalnya, dalam 2 hari terakhir ini menggelar pertemuan regional dengan anggota Asean dan Uni Eropa, dan bilateral dengan Iran menyusul sebelumnya Korea Selatan.
Daftar pertemuan Indonesia ini masih akan bertambah. Hal yang sama juga diakukan oleh China, India, dan negara-negara Afrika. Persiapan berbeda dilakukan oleh Cotton Grup yang terdiri atas Benin, Burkina Faso, Chad dan Mali.
Keempat negara tersebut sepakat untuk mengajukan tuntutan sengketa dagang langsung ke WTO jika proposalnya mengenai pencabutan subsidi ekspor kapas ditolak. Tuntutan itu akan diajukan awal Januari 2016.
Terkait dengan mengerasnya polarisasi antara negara maju dan berkembang itu, Menteri Perdagangan China Gao Hucheng menekankan Putaran Doha tetap harus diimplementasikan untuk mengurangi kesenjangan yang kian menganga antara negara kaya dan miskin, sebagai akibat kesempatan dan akses yang berbeda.
Menteri Luar Negeri Brazil Mauro Luiz lecker Vieira menambahkan bagaimanapun para negosiator harus meninggalkan Nairobi dengan kesepakatan paket bantuan untuk LDCs serta pelarangan subsidi ekspor. “Jika ini gagal disepakati, maka kesepakatan KTM kali ini tak lebih dari sekadar kosmetik,” tandasnya.
Menanggapi hal ini, Komisioner Perdagangan Uni Eropa Malmström mengatakan sikap ngotot menolak proposal subsidi ekspor justru akan membuat negosiasi Putaran Doha berantakan. Negara berkembang harus melihat bahwa negara maju sudah berkomitmen menyetujui proposal bantuan negara miskin.
Menteri Perdagangan Australia Andrew Robb menambahkan sikap ngotot tidak membantu dicapainya hasil yang lebih baik. Trade off antara proposal kompetisi ekspor dan paket bantuan untuk LDCs adalah kompromi yang seimbang. “Makin ngotot, makin kecil hasil yang kita peroleh di Nairobi,” katanya.