Kabar24.com, JAKARTA--Penyelesaian kasus Papa Minta Saham yang berlangsung di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak boleh mengaburkan kepentingan agar Indonesia mendapat manfaat lebih besar dari PT Freeport.
Demikian dikemukakan oleh Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi menanggapi persidangan MKD yang masih berada pada tahap meminta keterangan para saksi termasuk Ketua DPR Setya Novanto, Selasa (8/12/2015).
Menurutnya, masalah sesungguhnya yang jauh lebih besar yakni soal hasil pertambangan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia.
Adhie Massardi juga merujuk pada pernyataan Menko Rizal Ramli bahwa kasus rekaman yang disebut-sebut melibatkan Setya Novanto, pengusaha Reza Chalid, dan Dirut PT Freeport Indonesia Maroef Syamsudin, hanya sinetron dan perang antar-geng yang berebut saham.
Kasus di MKD DPR itu hanya secuil masalah dari persoalan besar yang sesungguhnya yakni PT Freeport seharusnya membayar royalti lebih tinggi 6% sampai7%. Di masa lalu, akibat kolusi, perusahaan asal Amerika Serikat itu hanya membayar royalti 1% kepada negara.
Mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu lebih jauh mengatakan, menurut UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba, sekarang Indonesia memasuki rezim izin pertambangan dan bukan lagi rezim kontrak karya apalagi rezim hanky-panky.
Makanya, jangan ada upaya lagi dari pihak mana pun untuk melakukan perpanjangan kontrak karya, apalagi meminta saham, karena hal itu melawan hukum, katanya.
Dengan demikian, ujarnya, pemerintah bisa leluasa mengatur segala persyaratan yang sebesar-besarnya demi keuntungan bangsa Indonesia sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
Dengan demikian, terbuka kemungkinan tambang emas di Timika ini dikelola BUMN, BUMD, swasta nasional, atau gabungan dari ketiga elemen tersebut, ujarnya.