Kabar24.com, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Pol. Anton Charliyan mengatakan munculnya surat edaran tentang penanganan ujaran kebencian salah satunya bertolak dari dua kasus kekerasan di Tolikara dan Singkil.
"Dua kasus paling dekat Tolikara itu mereka berkumpul melalui dunia maya. Di Singkil ada provokasi bakar gereja didapatkan dari dunia maya," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Senin (2/11/2015).
Berkaca dar kasus tersebut, Polri tidak ingin kejadian tersebut berulang serta tak menghendaki sosial media dijadikan alat untuk mengumbar kebencian. Meskipun demikian, dia menegaskan surat edaran sifatnya mengingatkan tidak melarang.
"Semuanya [dipantau] perkembangannya bukan hanya di dunia maya tapi juga yang lain seperti baner, spanduk, ceramah keagamaan, maupun pamflet," katanya.
Seperti diketahu Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti telah menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.
SE tersebut menjadi pedoman anggota Polri menangani persoalan terkait ujaran kebencian.
Dalam surat edaran disebutkan ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan dan menyebarkan berita bohong dengan tujuan terjadinya tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan konflik sosial.
Selain itu, ujaran kebencian yang dimaksud bertujuan menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas suku, agama, aliran kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, penyandang disabilitas dan orientasi seksual.