Bagi sebagian warga Indonesia, penghujung September merupakan saat-saat yang menyisakan secuil keresahan. Masih terpatri dengan jelas bagaimana setiap tahunnya tragedi memilukan Gerakan 30 September (G30S) diceritakan ulang, dan tak lekang untuk dikenang.
Namun, bagi putra-putri Achmad Yani, September merupakan bulan untuk merenungi patriotisme ayahanda mereka. Lima puluh tahun setelah ditinggal pada usia belia, memori akan keberanian Sang Pahlawan Revolusi itu lah yang membuat mereka kuat bertahan.
Jenderal TNI Anumerta A. Yani sebagaimana terekam dalam sejarah bangsa ini adalah salah satu dari tujuh anggota Dewan Jenderal yang menjadi target operasi pasukan Tjakra Bhirawa dalam gerakan G30S.
Usianya baru 43 tahun saat pengabdiannya terhadap negara ini terhenti oleh tembakan senjata Thomson di rumahnya sendiri.
Rumah satu lantai di Jalan Lembang Terusan, Menteng, yang dikenal dengan nama Sasmitaloka itu. Tak ayal, dia meninggalkan seorang istri dan delapan anak.
Setengah abad setelah Pak Yani pergi, Sasmitaloka masih tetap kokoh bertahan dengan patung Sang Jenderal berdiri gagah di halaman depan. Rumah bersejarah itu masih sangat otentik. Hampir seluruh bagian dan isinya sama persis ketika masih dihuni oleh mendiang.