Kabar24.com, DEPOK-- Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra membacakan puisi dan pidato singkat tentang kesusastraan pada Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Selasa (8/9/2015) malam.
Yusril mengaku sempat kaget saat salah satu panitia yakni kritikus sastra Maman S Mahayana mendatanginya dan mengajak dirinya berpartisipasi dalam kegiatan Hari Puisi tersebut.
"Saya tertegun diajak ikut dalam kegiatan ini karena sudah lama tidak menekuni dunia kesusastraan dan lebih sibuk pada persoalan pilitik, hukum yang tengah melanda bangsa tercinta ini," kata Yusril.
Menurutnya, ajakan untuk membacakan puisi tersebut lantaran Maman tahu bahwa dirinya pernah kuliah satu kampus di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada bidang filsafat dan sempat belajar teater di Institut Kesenian Jakarta pada 1975.
Yusril mengatakan kecenderungan orang yang belajar filsafat maupun tasawuf senang menulis dan membaca puisi. Sebab, kata dia, puisi mengungkapkan hal yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa prosa.
Dia juga mengaku terharu saat diajak ikut berpartisipasi di acara Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia. Yusril berharap hari puisi tersebut bisa dijadikan hari puisi nasional yang bisa melibatkan para pejabat membacakan puisi tentang renungan masa lalu, kini dan masa depan.
"Dulu saya sering menulis puisi, tapi saya tidak punya koleksi satu pun puisi yang saya tulis. Mungkin harus dicari di majalah, koran dan perpustakaan," ujarnya.
Yusril juga mengaku kerap melukis di medium kanvas dan minyak. Namun, lanjutnya, karena kesibukannya di politik dan hukum tersebut, tak satu pun lukisan yang dibuat masih utuh tersimpan.
Adapun, puisi yang dibacakan Yusril pada Malam Anugerah Hari Puisi itu ditulisnya sendiri saat berada di kampung halamannya Belitung. Puisi berjudul Mereka Takkan Pernah Berhenti untuk Melawan itu berisi kata-kata perlawanan saat Yusril merenungkan masa lalunya ketika masih menjadi aktivis. Berikut petikan puisinya:
Mereka Takkan Pernah Berhenti untuk Melawan
Ketika kau sampai di puncak, kau lupa segalanya
Padahal dulu kau adalah pejuang jalanan seperti kami juga
Mengapa kau tenggelam ketika kau berada di sana
Kau tak berbuat apa-apa
Kecuali dusta dan kebencian
Negeri telah kau luluh lantakan
Dalam perang saudara berkepanjangan
Namun kau tak peduli
kau terkubur dalam mimpi-mimpi
Darah tertumpah, jiwa melayang
Mayat bergelimpangan di jalan-jalan
Orang-orang ini rakyat negerimu sendiri
Mereka pergi lari mengungsi entah kemana
Hidup tanpa harapan mati dalam keputusasaan
Inilah tragedi manusia sepanjang zaman
Kekuasan yang melumpuhkan ke bawah
Berjatuhan satu demi satu
Mereka melawan tirani dan kezaliman
Sepanjang zaman, sepanjang masa
Entah sampai kapan
Mereka takkan pernah berhenti untuk melawan