Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beberapa Catatan di Seputar Kekalahan KPK dalam Kasus Hadi (Seri-1)

KPK akhirnya harus kembali menelan pil pahit di tangan lembaga praperadilan. Kali ini, lembaga tersebut kalah dari mantan dirjen pajak Hadi Poernomo yang disangka dalam kasus pajak Bank BCA. Ini beberapa catatan di seputar kasus tersebut.
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menjalani sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5)./Antara
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menjalani sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5)./Antara

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya harus kembali menelan pil pahit di tangan lembaga praperadilan. Kali ini, lembaga antirasuah tersebut kalah dari mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo yang disangka dalam kasus pajak PT Bank Central Asia Tbk.

Selasa (26/5), hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi memutuskan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo tidak sah. Haswandi juga memerintahkan agar KPK menghentikan penyidikan tersebut.

Ada dua hal yang dikemukakan hakim dalam pertimbangannya, yaitu tidak sahnya prosedur penetapan tersangka yang dilakukan pada hari ketika proses penyidikan berlangsung, dan status penyelidik dan penyidik KPK yang secara administratif tidak memiliki status sebagai penyelidik dan penyidik.

Di sini saya tidak akan mengulas lagi dua hal tersebut. Sebab di luar pokok masalah itu, ada sejumlah kelemahan mendasar dalam konstruksi sangkaan KPK kepada mantan dirjen pajak dan ketua Badan Pemeriksa Keuangan itu, terutama ditinjau dari perspektif perpajakan dan keuangan negara.

Kelemahan ini diungkapkan terutama agar para perumus konstruksi dakwaan di KPK lebih cerdas dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Atau, dalam kalimat ahli hukum pidana UI Eva Achjani Zulfa dalam persidangan tersebut, “Jangan memberantas satu kezaliman dengan cara yang zalim.”

Kelemahan mendasar itu adalah, Pertama, konstruksi kerugian keuangan negara yang disangkakan KPK tidak solid. Di satu pihak, KPK menyangka Hadi telah merugikan keuangan negara sebesar Rp325 miliar, tapi pada kenyataannya angka yang nyata dan pasti untuk itu belum ada.

Yang ada hanyalah perkiraan tentang kerugian keuangan negara. Itulah sebabnya, di persidangan itu, ada sejumlah angka kerugian keuangan negara yang dikeluarkan KPK berikut saksi-saksinya: Seperti ‘sekitar Rp325 miliar’, ‘setidaknya Rp325 miliar’, dan yang terakhir, ‘sekitar Rp2 triliun’.

Dalam persidangan itu terungkap, angka ‘sekitar dan setidaknya Rp325 miliar’ itu didasarkan pada laporan investigasi Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan per Juni 2010, yang sekaligus jadi bukti permulaan KPK dalam menetapkan status tersangka kepada Hadi.

Sementara itu, angka kerugian keuangan negara ‘sekitar Rp2 triliun’, demikian jaksa KPK Yudi Kristiana mengklaim dalam persidangan praperadilan tersebut, bersumber dari perhitungan yang dilakukan oleh BPKP, yang diklaim KPK telah sampai pada tahap finalisasi—alias belum selesai.

BACA SERI-2: Kenapa perhitungan kerugian keuangan negara perlu nyata dan pasti.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Bastanul Siregar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper