Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terbukti Korupsi, 4 Dosen UGM Dijebloskan ke Penjara

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta memvonis empat dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) 2 tahun penjara. Keempatnya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama
Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta/uq.edu.au
Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta/uq.edu.au

Kabar24.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta memvonis empat dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) 2 tahun penjara.

Keempatnya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. “Menjatuhkan masing-masing pidana 2 tahun dan denda masing-masing Rp 100 juta subsider 3 bulan,” kata ketua majelis hakim Sri Mumpuni, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, 20 Mei 2015,

Empat dosen Fakultas Pertanian UGM itu adalah Profesor Susamto Somowiyarjo (bekas Ketua Majelis Guru Besar UGM), Triyanto (Wakil Dekan Fakultas Pertanian), Ken Suratiyah, dan Toekidjo.

Menurut majelis hakim, empat dosen yang menjadi pengurus Yayasan Pembina Fakultas Pertanian (kini Yayasan Fakultas Pertanian Gadjah Mada-Fapertagama) itu bersalah karena menjual dan menyerobot lahan milik UGM. Padahal yayasan itu bukan lembaga milik UGM, melainkan lembaga yang didirikan oleh dosen universitas itu.

Keempat terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP tentang Tindak Pidana Korupsi.

Kasus ini muncul ketika terjadi penjualan lahan milik UGM yang diklaim sebagai milik Yayasan Fapertagama. Lahan itu terletak di Plumbon, Banguntapan, Bantul, seluas 4.073 meter persegi. Juga penguasaan lahan di Wonocatur di desa yang sama seluas 29.875 meter persegi. Jumlah total kerugian negara akibat perbuatan para terdakwa itu sebesar Rp 11,248 miliar.

“Tetapi ini bukan akhir dari upaya hukum, masih ada waktu tujuh hari untuk banding,” kata Sri.

Empat dosen itu lalu berembug dengan penasihat hukum Augustinus Hutajulu. Saat itu pula mereka langsung menyatakan banding. “Kami jelas banding karena vonis tidak sesuai dengan harapan kami,” kata Augustinus.

Menurut dia, dalam sidang tidak ada bukti pembelian lahan pada 1963 itu dari uang negara. “Tidak ada bukti pembelian lahan itu dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).”

Adapun jaksa penuntut umum masih mempertimbangkannya. “Kami pikir-pikir,” kata jaksa Nurul Fransiska Damayanti.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menegaskan lahan yang dikuasai Yayasan Fapertagama adalah milik UGM. Pada 1998, Rektor UGM saat itu, Ikhlasul Amal, menyatakan lahan yang diklaim milik yayasan adalah milik universitas.

“Dibuktikan dengan dokumen milik universitas, lahan itu bukan milik yayasan,” kata jaksa Ardito Mawardi dalam sidang replik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, 8 Mei lalu.

Menurut jaksa, uang hasil penjualan tanah di Plumbon dan Wonocatur masuk ke rekening pribadi masing-masing pengurus yayasan sebesar Rp 2,477 miliar. Uang ini digunakan untuk biaya advokasi, penanganan perkara, kesejahteraan dosen, dan pembelian tanah di Wukirsari, Sleman, atas nama terdakwa Triyanto, serta untuk pengembangan usaha milik yayasan yakni PT Pagilaran dan PT Bina Mulia Buana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Redaksi
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Tempo.co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper