Kabar24.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta masih tetap menggunakan gelar lama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebelum ada surat keputusan dari presiden sebagai legalitas formal.
"Selama belum ada surat keputusan (SK) dari presiden, maka belum dinyatakan sah berlaku secara hukum, sehingga kami akan tetap menyebut Hamengku Buwono X," kata Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto.
Menurut Arif, gelar serta nama Sri Sultan HB X pada dasarnya telah tercantum dalam Undang-Undang Keistimewaan (UUK) serta SK Presiden mengenai pelantikan Sultan sebagai Gubernur DIY pada 20 Oktober 2012.
BACA: 5 Janji Sri Sultan HB X Sebelum Naik Takhta Ditagih
Sehingga, jika ada perubahan, maka Sultan perlu melayangkan pemberitahuan kepada Kementerian Dalam Negeri, serta DPR RI, disertai surat tembusan ke DPRD DIY terlebih dahulu. "Sampai sekarang kami belum menerima tembusannya," katanya.
Menurut dia, pergantian nama dalam konteks administrasi pemerintahan tidak bisa hanya berpatokan dengan persoalan paugeran atau aturan pokok Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selain itu, sabda raja juga tidak dapat menjadi patokan tunggal jika arahannya adalah upaya suksesi pergantian pemegang tahta kerajaan, tanpa diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat.
Sebab, jika suksesi hanya berpatokan pada paugeran, maka hak rakyat sebagai subjek penerima penetapan gubernur selama ini dilanggar, karena mereka berhak mengetahui terlebih dahulu siapa pengganti gubernur DIY yang secara otomatis diduduki oleh pemegang tahta Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Sekarang tidak ada lagi persoalan internal (keraton) saja, sebab negara sudah mengintervensi, dan terkait erat dengan UUK," katanya.
Sebelumnya, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga gubernur DIY Sri Sultan HB X pada 30 April 2015 mengeluarkan sabda raja yang antara lain mengubah gelarnya dari Buwono menjadi Bawono serta menghilangkan gelar kalifatullah.