Kabar24.com, SURABAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat inflasi April pada level 0,39% sebenarnya berpotensi menembus lebih dari 0,50% jika saja tidak tertahan deflasi bahan makanan yang memberi andil -0,20% terhadap harga konsumen di provinsi itu.
“Jatim tertolong beras, yang adalah komponen IHK tertinggi. Deflasi bahan makanan di Jatim bahkan lebih dalam dari level nasional -0,15%. Ini menunjukkan pengendalian volatile foods di Jatim lebih sukses dibanding rerata nasional,” kata Kabid Statistik dan Distribusi BPS Jatim Satriyo Wibowo, Senin (4/5/2015).
Beras memberi sumbangsih deflasi sebesar -0,29%, terbesar dibandingkan komponen lain. Menurut kalkulasi BPS, jika inflasi bahan makanan bertengger pada level 0% saja, dapat dipastikan IHK Jatim menembus lebih dari 0,50% pada April.
Bagaimanapun, Satriyo menyoroti ‘pertolongan’ musim panen raya beras dalam menahan laju inflasi Jatim berbanding lurus dengan makin terpuruknya nilai tukar petani (NTP) pada level 102,82 alias turun 1,44% dari bulan sebelumnya.
Indeks harga yang diterima petani Jatim adalah 121,89, sedangkan indeks harga yang dibayarkan hanya 118,55. Faktor utama penurunan NTP Jatim pada April adalah harga gabah kering giling (GKG) yang melorot 5,02% saat panen raya.
Penurunan harga gabah di tingkat petani terjadi bersamaan dengan kenaikan IHK. Bahkan, Jatim menorehkan harga terendah di Indonesia untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani, yaitu senilai Rp3.000/kg, di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3,700/kg.
“Ini sebenarnya bukan masalah kegagalan pemerintah provinsi dalam menyejahterakan petani, tapi lebih kepada efek kebijakan pemerintah pusat. Mungkin yang bisa dilakukan pemprov adalah memberi bantuan seperti alat pengering, sehingga petani tidak langsung melepas gabahnya saat kelimpahan produksi agar harga yang diterima dapat lebih baik.”