Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kriminalisasi dan Intervensi Pemodal Masih Jadi Ancaman Kebebasan Pers Indonesia

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyatakan peringatan hari kebebasan pers dunia (World Press Freedom Day) yang jatuh pada 3 Mei merupakan momentum untuk merefleksikan praktik kebebasan pers dan independensi media di Indonesia.

Bisnis.com, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyatakan peringatan hari kebebasan pers dunia (World Press Freedom Day) yang jatuh pada 3 Mei merupakan momentum untuk merefleksikan praktik kebebasan pers dan independensi media di Indonesia.

Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim menyatakan independensi media adalah prasyarat negara yang demokratis. Sayangnya, masih banyak ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia, terutama dalam bentuk pemidanaan dan kekerasan yang menimpa jurnalis dan media.

AJI Jakarta menyoroti beberapa ancaman kebebasan pers di Jakarta dan sekitarnya dalam setahun terakhir. Selain kriminalisasi dan kekerasan, ada juga ancaman kebebasan pers yang berasal dari dalam media sendiri, yakni dalam bentuk intervensi pemilik modal ke dalam ruang redaksi (newsroom).

“Kasus pemidanaan yang mendapat sorotan keras satu tahun terakhir adalah langkah Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Meidyatama Suryodiningrat, sebagai tersangka dengan tuduhan melakukan penistaan agama,” kata Ahmad, Minggu (3/5/2015).

Meidyatama menjadi tersangka pada Desember 2014 setelah The Jakarta Post pada Juli 2014 memuat karikatur yang mengkritik kekerasan dan pembunuhan atas nama agama yang dilakukan oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Islamic State (IS).

Pelapornya adalah kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan isi karikatur tersebut. Atas tuduhan tersebut, Meidyatama terancam hukuman penjara di atas 5 tahun. Sampai kini kasusnya belum dihentikan Polda Metro Jaya meski sudah ada rekomendasi dari Dewan Pers agar kepolisian menghentikan kasus tersebut.

Ancaman terhadap kebebasan pers lainnya adalah langkah Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) melaporkan majalah Tempo ke Mabes Polri atas berita yang memuat aliran dana yang diduga melibatkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, akhir Januari 2015 lalu.

Pelapor hendak memidanakan Tempo karena majalah ini dianggap menyebarkan data-data rahasia perbankan. Dalam kasus ini, Dewan Pers menyatakan pemberitaan tentang aliran dana Budi Gunawan tersebut telah sesuai dengan kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers sehingga tidak layak dipidanakan. Kasus ini kini ditangani oleh Polda Metro Jaya.

“Selain masalah kriminalisasi dan pemidanaan akibat pemberitaan, kekerasan juga masih menghantui para jurnalis,” kata Ahmad.

Sejak awal tahun 2015 saja, sejumlah kekerasan kerap menimpa jurnalis yang sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya. Kasus terbaru, pekan lalu, kontributor RCTI Rani Sanjaya dan Berita Satu TV Robi Kurniawan dikeroyok dan dipukul oleh belasan petugas keamanan saat meliput aksi protes yang dilakukan penghuni Apartemen Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Selain itu, jurnalis lain yang mendapat intimidasi dari petugas keamanan setempat adalah Muhammad Rizki (Metro TV) dan Samarta (SCTV). Sampai kini Kepolisian Resort Jakarta Pusat belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.

Sebelumnya, akhir Februari 2015 lalu, jurnalis harian Radar Bekasi, Randy Yosetiawan Priogo, juga dikeroyok sehari setelah medianya memuat berita ihwal PAN Kota Bekasi. Dua tersangka sudah ditahan di Kepolisian Resort Bekasi Kota, tapi sampai kini mereka belum diadili.

Belakangan, Randy dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik atas pemberitaan tersebut. Pelapornya adalah Ketua PAN Bekasi Utara Iriansyah. Dalam kasus pelaporan pencemaran nama baik, Kepolisian Resort Bekasi Kota tidak meneruskan kasus tersebut karena menilai masalah itu masuk ranah jurnalistik. 

Ancaman terhadap kebebasan pers lainnya berupa intervensi pemilik televisi kepada ruang redaksi. Kondisi terjadi sejak pemilihan umum 2014 hingga detik ini.

“Secara kasat mata, sebagian besar pemberitaan di Metro TV, TV One, ANTV, dan MNC Grup (RCTI, Global TV, dan MNC TV) hanya menjadi corong politik pemiliknya yang juga seorang politikus.Tidak hanya dalam siaran berita, kepentingan politik pemilik televisi masuk dalam siaran non-berita seperti sinetron dan siaran langsung ajang pencarian bakat,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper