Kabar24.com, JAKARTA -- Markas Besar Kepolisian RI menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan penentapan tersangka masuk dalam objek praperadilan, Polri menilainya sebagai upaya perbaikan dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
"Memang itu jadi beban bagi seluruh penegak hukum, tapi itu adalah kemajuan luar biasa dalam rangka penegakan HAM," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Anton mengatakan dengan putusan demikian pihaknya harus bersiap-siap bila sewaktu-waktu digugat terkait penetapan tersangka seseorang. Asalkan sepanjang pihaknya memiliki dua alat bukti yang sah saat menetapkan tersangka. "Ya tidak usah takut," katanya.
Lebih jauh Anton mengemukakan siapa saja yang ditetapkan tersangka dapat menempuh praperadilan ketika dirasa tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Cara tersebut dinilai lebih baik ketimbang membangun opini publik.
"Padahal itu [opini] bukan produk hukum. Ingat, opini bisa berpengaruh ke kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.
Seperti diwartakan, MK mengabulkan sebagian materi di UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 77 huruf a yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pasific Indonesia Bachtiar Abdul Fatah.
Putusan tersebut memperluas objek praperadilan yang sebelumnya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan menjadi penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk objek praperadilan.